Lihat ke Halaman Asli

Sona Adiansyah

Karyawan Swasta

Jalan Berliku Aktivis Sosial

Diperbarui: 9 Februari 2024   22:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Pengalaman Seru Tak Terlupakan di UMY (Sona Adiansyah,  ALUMNI/2010) - Apa yang terbayang olehmu, bicara soal mengenai aktivis sosial ? Seputar kampus, mahasiswa, gerakan, advokasi, kerja nyata, pendampingan, pengabdian, solidaritas, relawan, volunteer dan kegiatan positif lainnya dilakukan secara individu maupun kelompok.

Demi, terwujudnya keinginan cita-cita bersama-sama. Selain itu, objek vitalitasnya mencakupi di lingkungan masyarakat, kemanusiaan, penelitian, pengetahuan, pengalaman, praktek dan lain sebagainya.  Mungkin, jika di sederhanakan; “Teori tanpa aksi onani, aksi tanpa teori anarki.”

Alhasil, disimpulkan bahwa tidak akan pernah ada pengalaman tanpa pernah mengalaminya secara langsung, terjun lapangan dan terlibat aktif.

Singkat cerita, disini penulis akan bercerita tentang jalan berliku menjadi aktivis sosial. Semasa, menyandang status mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Berawal, memiliki keinginan besar menjadi seorang sarjana. Siapa sangka, di tempa dengan berbagai komunitas ternyata telah mampu mengantarkan bernalar kritis untuk diri saya secara pribadi. Karena tahunya kuliah itu hanya ke kampus. Tanpa, disadari akan ditempa berbagai bidang ilmu pengetahuan lainnya.

Berbekalkan, modal semangat dari desa kelahiran tercinta. Serta, motivasi ingin menjadi seorang sarjana. Demi, papa dan mama orang pedalaman yang katanya tidak mengerti apa-apa.

Beranggapan, dulunya berfikir seorang sarjana itu suatu saat berperan penting dalam Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia.

Singkatnya, seorang sarjana tidak akan mungkin kapabilitas dan kualitasnya tidak teruji dalam bicara soal kemaslahatan suatu bangsa. Pengecualian, jika seorang sarjana tersebut cacat dalam sebuah identitas; moral, etika, perilaku, watak dan lain-lain (Wallahu a’lam bish-shawab).

Menggunakan tas ransel yang sudah lapuk, berisi beberapa pakaian ganti beserta uang saku yang telah disiapkan oleh mama. Kisarannya, berjumlah Rp 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah) pada masa itu.

Singkat cerita, esok paginya berusaha pesan tiket untuk pra keberangkatan. Paska, setelah diskusi hebat dengan kedua orang tua. Dikarenakan, mereka tidak merestui atas apa yang saya impikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline