Lihat ke Halaman Asli

Sombre: Tepung Sorgum Pengganti Tepung Roti dan Gandum

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) kini semakin melemah, yaitu mencapai angka Rp 12.657,- per satu dollar AS. Hal ini antara lain disebabkan oleh tingginya permintaan terhadap dollar AS yang tinggi, sementara persediaannya cukup minim. Selain itu, Indonesia juga masih banyak mengimpor berbagai kebutuhan pokok, terutama bahan pangan. Kondisi ini tentunya cukup mengkhawatirkan bagi perekonomian Indonesia, karena naiknya harga bahan pangan yang kita impor. Padahal, Indonesia masih mampu untuk memproduksi bahan pangannya sendiri, seperti gula dan beras.

Pemerintah terdahulu cenderung hanya mengandalkan barang tambang, mengingat barang tambang merupakan sumber daya yang terbatas, sehingga jika barang tambang tersebut habis, Indonesia terancam untuk kehilangan daya ekonominya. Untuk mencegah terjadinya hal ini, sudah sepatutnya Industri Argo di Indonesia diperkuat lagi.

Alternatif pembangunan Industri Argo salah satunya dapat dilakukan dengan budidaya tanaman sorgum.Tanaman sorgum di Indonesia sebenarnya sudah sejak lama dikenal tetapi pengembangannya tidak sebaik padi dan jagung, hal ini karena masih sedikitnya daerah yang memanfaatkan tanaman sorgum sebagai bahan pangan. Tanaman ini mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan secara komersial di Indonesia, karena didukung oleh kondisi agroekologis dan ketersediaan lahan yang cukup luas. Sorgum juga sangat potensial untuk diangkat menjadi komoditas agroindustri karena mempunyai beberapa keunggulan seperti dapat tumbuh di lahan kering dan sawah pada musim kering/kemarau, resiko kegagalan kecil dan pembiayaan usaha taninya relatif rendah.

Nama sorgum belum banyak dikenal di kalangan petani, tidak seperti padi, jagung, atau singkong. Namun, ternyata Sorgum menawarkan sejumlah kelebihan dibanding tanaman biji-bijian (serealia) lainnya. Salah satunya dari sisi kebutuhan tanaman akan air. Beras, yang menjadi konsumsi pokok masyarakat Indonesia membutuhkan air dalam jumlah sangat banyak untuk menghasilkan satu kilogram bahan keringnya, yaitu sejumlah 520 liter air. Sedangkan, sorgum hanya membutuhkan 300 liter air untuk menghasilkan satu kilogram bahan keringnya.

Nilai gizi sorgum pun tidak kalah dengan beras sebagai konsumsi pokok masyarakat Indonesia. Komposisi kimia sorgum banyak mengandung protein, yaitu 8-12%, setara dengan terigu. Sedangkan beras hanya mencapai 6-10%. Selain itu, kandungan lemak sorgum juga tinggi, yaitu 2-6%. Sedangkan beras hanya mengandung 0.5-1.5% lemak.

Melihat nilai tambah yang ada pada tanaman Sorgum, kami PT. Sombre Barokah Nusantara melihat ini sebagai peluang bisnis, yang tidak hanya berorientasi pada profit juga pada ketahanan pangan negara indonesia.

Kami tiga orang mahasiswi yang sedang melanjutkan studi di ilmu administrasi niaga, universitas indonesia, setelah kami melihat dan mengetahui manfaat dari tanaman Sorgum, kami berinisiatif untuk membuat perusahaan yang khusus mengolah tanaman sorgum menjadi barang jadi berupa tepung sorgum dan roti sorgum. Kami melihat peluang yang besar karena sejauh ini, menurut data yang kami dapatkan, belum ada produsen tepung sorgum yang besar. Sehingga kami bisa bersaing, dengan menghasilkan tepung sorgum terbaik, dan dengan usaha promosi yang lebih modern agar dapat diterima ditengah masyarakat urban. Tidak hanya berhenti pada roti sorgum, dalam jangka panjang kami berusaha untuk menggiatkan ekspor dan membuka café/restaurant dengan main product Sorgum.

Membudidayakan Sorgum tidaklah merugikan, karena tidak hanya dapat dijadikan bahan pangan, Sorgum, juga bisa dimanfaatkan untuk dijadikan bioetanol, yang dapat diolah dari batangnya. Selain itu, sisa sisa dari pengolahan batang sorgum yang dijadikan bahan baku bioetanol, dapat dijadikan pakan ternak. Selain itu, bagian dari tanaman Sorgum yang lain, juga dapat dijadikan obat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline