Lihat ke Halaman Asli

Mengulas Warisan Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="" align="alignleft" width="139" caption="Ki Hajar Dewantara"][/caption] (Pic Courtesy by Wikipedia) Tanggal 02 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di negara Indonesia yang biasanya identik dengan figur yang cukup vital di hari pendidikan nasional ini, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, atau lebih terkenal dengan nama Ki Hajar Dewantara dan tidak kebetulan bahwa tanggal lahir beliau kemudian menjadi dasar penentuan Hari Pendidikan Nasional. Meski beliau lebih identik dikenal sebagai Tokoh Pendidikan Nasional, warisan semboyan Ki Hajar Dewantara justru juga dapat diterapkan dalam nilai-nilai kepemimpinan. Mari kita mengulas lebih rinci nilai kepemimpinan yang dapat kita tangkap dari Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara adalah seorang cendekiawan Indonesia yang brilian, aktifis pergerakan kemerdekaan RI, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan negara kita. Jasa Ki Hajar Dewantara membawanya sebagai seorang Pahlawan Nasional dan buah peninggalan beliau yang sangat besar adalah pendirian Perguruan Taman Siswa & munculnya semboyan terkenal yang sudah menjadi legenda dalam dunia pendidikan di Indonesia. Warisan semboyan dari Ki Hajar Dewantara ini, mengandung 3 (tiga) frasa kalimat : Ing Ngarso, Sung Tuladha (Di depan menjadi teladan) ; Ing Madya, Mangun Karso (Di tengah ikut serta) ; Tut Wuri, Handayani (Di belakang memberi dorongan) Ad. 1. Ing Ngarso, Sung Tuladha mengajarkan sebagai seorang pemimpin, perlu adanya keteladanan untuk ditiru dan menjadi contoh yang benar. Keteladanan tidak berhenti terhadap waktu karena berlangsung 24 jam sehari dan 7 hari seminggu serta dilakukan bukan hanya di masyarakat, namun juga di rumah, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, dan lingkungan terkait lainnya. Keteladanan itu berefek kepada tutur kata, sikap, gaya bahasa tubuh dan implikasi dalam relasi pemimpin itu kepada bawahan dan orang lain. Tidak ada manusia yang dapat dikatakan 100% sempurna di dunia ini, hanya kalau memang rekan sekalian berada dalam lingkaran pemimpin, tentu tanggung jawab yang disandang akan jauh lebih berat daripada kalau sekedar menjadi bawahan. Akhlak dan nurani memegang peran penting yang sudah diajarkan dalam agama dan kepercayaan kita masing-masing. Keteladanan tidak dapat dibuat-buat karena orang lain cepat atau lambat akan merasakan dan mengetahuinya, maka bila kita sudah menjadi teladan, secara tidak langsung rekan sekalian sebenarnya sudah menjadi seorang panutan dan pemimpin. Selanjutnya... Find Us on Twitter : @solusi_bijak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline