Lihat ke Halaman Asli

SOLIHAH SR

Dosen IAI Latifah Mubarokiyah

Halal Lifestyle: Refleksi Spiritualitas Muslim

Diperbarui: 26 September 2024   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: BPJPH Kemenag https://brandlogos.net/halal-indonesia-logo-vector-100668.html

Bagi seorang muslim, halal menjadi suatu keharusan dalam mengonsumsi dan menggunakan segala sesuatu yang dikategorikan halal menurut ajaran Islam. Islam sebuah agama bersifat universal yang dapat diterima oleh semua kalangan, karena konsep halal sesuai dengan fitrah manusia yang mengedepankan kebersihan, kesehatan, dan kenyamanan.

Keyakinan terhadap ajarannya semakin menguatkan bahwa Industri Halal menjadi bagian dari hidupnya, karena mengonsumsi sesuatu yang halal adalah bagian dari refeksi dalam spiritulitasnya.

Istilah lifestyle diartikan sebagai cara hidup seseorang dalam kesehariannya, mulai dari ucapannya, perilakunya, tindakannya hingga kebiasaan serta minat dan kesukaannya. Cara seorang muslim dalam menggunakan pakaian, mengonsumsi makanan dan minuman hingga barang yang dimilikinya, tentunya harus sesuai dengan prinisp syariah.

Prinsip syariah adalah suatu prinsip yang mengintegrasikan nilai-nilai keIlahian dalam semua aspek kehidupan. Perintah-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 dikatakan:

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu"

Ayat diatas menunjukan keumumannya, perintah Allah berlaku untuk semua manusia di dunia tanpa memandang perbedaan agama. Artinya Allah menjamin dengan berperilaku hidup halal lagi baik, dan itu menyehatkan terhadap fisik dan psikis.

Istilah halalan thayyiba mengandung aspek material dan spiritual, karenanya  mengonsumsi sesuatu yang halal dan baik akan berpengaruh terhadap kesehatan lahiriyah dan bathinyah. Kata halal  lawan dari kata haram, dan kata thayyib lawan dari kata khabaaits, dari kedua lawan kata tersebut menggambarkan hukum dan keadaannya.

Pada saat seseorang mengonsumsi makanan yang haram secara dzatnya seperti makan bangkai yang sudah membusuk tentu perutnya (lambungnya) akan merasa tidak nyaman dan bahkan akan sakit . Demikian mengonsumsi makanan yang haram secara maknawi seperti hasil curian, hasil korupsi, dan hasil menipu diantaranya, maka secara bathin dia tidak akan merasakan ketenangan bahkan dalam jangka waktu yang lama akan  berdampak pada akhlaknya.

Dalam beberapa keterangan para ulama, yang dinukil dari beberapa hadits nabi bahwa mengonsumsi makanan, minuman, serta pakaian yang haram berarti berbuat dlolim terhadap diri sendiri dan orang yang dlolim itu termasuk orang yang lalai kepada Allah. Karena banyak lalai kepada Allah berarti dia tidak melaksanakan perintah-Nya dan karena melanggar perintah-Nya sudah pasti doanya akan tertolak. Seperti dikatakan dalam sebuah hadits Nabi:

"Ketahuilah olehmu, bahwa sesungguhnya Allah SWT. Tidak akan mengabulkan doanya orang-orang yang ghafil (lupa kepada Allah".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline