Lihat ke Halaman Asli

SOLIHAH SR

Dosen IAI Latifah Mubarokiyah

Rebo Wekasan, Tradisi, Doa, dan Harapan

Diperbarui: 4 September 2024   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Jemmi Purwodianto/detikJatim

Rebo Wekasan dan Tradisi

Berbicara tradisi mengingatkan pikirankita  pada sesuatu aktifitas yang dilakukan secara turun temurun  dari generasi ke generasi selama ratusan tahun. Tradisi di Indonesia tidak lepas dari sebuah adat istiadat dan kepercayaan masyarakat Islam . Tidak ada bukti tertulis  sejak kapan tradisi ini dilaksanakan dan siapa yang memulainya. Akan tetapi tradisi ini seakan sudah menyatu dalam kehidupan Masyarakat  dan seakan-akan jika tidak dilaksanakan, bencana dan malapetaka akan datang menimpa mereka.

Rebo Wekasan bagian dari tradisi yang dilakukan oleh kebanyakan Masyarakat Indonesia di berbagai daerah khususnya Masyarakat Jawa. Masyarakat yang kental dengan aliran kepercayaannya. Mereka mempercayai bahwa di hari Rabu terakhir bulan Safar tahun Hijriyah akan turun bala dan malapetaka, sehingga mereka berupaya untuk menolak malapetaka tersebut dengan berbagai cara. Ada yang dengan  ritual sholat Rebo Wekasan, ritual mandi Safar, mencukur beberapa helai rambut,  tradisi membuat bubur merah dan putih yang kemudian di bagikan ke tetangga, istigasah, mengarak tumpeng raksasa bahkan membuat serangkaian acara selama seharian yang kemudian ditutup dengan pertunjukan wayang, mandi Safar di Sungai. Di Jawa Timur, Rebo Wekasan dirayakan dengan berbagai cara unik, tergantung kearifan local dan kebudayaan masing-masing daerah.

Rebo Wekasan ini oleh Masyarakat Jawa dijadikan sarana untuk menolak bala atau tolak bala, karena kekhawatiran yang mendalam terhadap datangnya bala dan malapetaka kepada keluarga dan anak keturunannya. Apapun yang harus dikeluarkan sebagai bentuk pengorbanannya.

Terlepas dari pro kontra Masyarakat, apakah Rebo Wekasan itu termasuk bid'ah, tahayyul dan khurafat, karena ada yang berpendapat bahwa tradisi tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Namun Masyarakat tetap melaksanakan tradisi Rebo Wekasan dengan alasan ritual keagamaan tersebut menanamkan sikap ke dalam kesadaran sendiri yang tinggi dan akan memperkuat komunitas moral.

Diantara daerah-daerah yang melakukan tradisi Rebo Wekasan antara lain warga Desa Suci Kecamatan Manyar Gresik menggelar tradisi Rebo Weksan dengan mengarak tumpeng raksasa , dilanjutkan dengan istigasah dan mandi ramai-ramai ke  Telaga Sendang Sono. Mereka meyakini bahwa dengan mandi di telaga Sendang Sono dapat membawa berkah dan menyembuhkan berbagai penyakit, karena telaga tersebut adalah peninggalan murid Sunan Giri. Di Lebaksiu Tegal dengan melakukan ritual Bersama melaksanakan solat Rebo Wekasan dan membagikan bubur merah dan bubur putih. Demikian juga di beberapa daerah lainnya dengan caranya masing-masing.

Rebo Wekasan dan Doa

Cara lain dalam melaksanakan  Rebo Wekasan, yaitu dengan menggelar istigasah atau doa Bersama. Memohon perlindungan kepada Allah SWT. Yang Maha Kuasa agar tidak menurunkan musibah dan malapetaka yang dapat menyulitkan, seperti yang dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.

Di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya , sebagai basis Tarekat Qodiriyah Naqsabandiyah pun dikenal istilah "Rebo Wekasan" . sebuah tradisi yang telah dilaksanakan oleh guru Mursyid di setiap tahunnya di hari Rabu terakhir bulan Safar kalender Hijriyah. Apapun Pelaksanaan Rebo Wekasan di Pondok Pesantren Suryalaya  diisi dengan menggelar solat sunat Lidaf'il Bala sebanyak 2 rokaat pada pagi hari pukul 06.05 bada solat sunat Isroq, yang diawali dengan memperbanyak baca lantunan istighfar pada bulan tersebut. Adapun bacaan istighfar sebelum solat sunat Lidaf'il Bala tersebut adalah:

Abdi neda panghampura. Ka Gusti Allah nu Agung, ka Gusti Allah nu Agung. Teu aya deui Pangeran. Anging Allah Anging Allah anu hurip anu jumeneng ku anjeun. Abdi tobat ka Pangeran. Abdi tobat ka Pangeran, saperti abdi nganiaya. Teu ngamilik diri abdina pribadi. Teu ngamilik madhorotna. Teu ngamilik manfa'atna. Teu ngamilik kana maotna. Teu ngamilik kana hirupna. Teu ngamilik pigelarna.

"Saya memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung yang tidak ada Tuhan selain Dia Yang Hidup Kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Saya mohon taubat selaku seorang hamba yang penuh kedzaliman, yang tidak memiliki terhadap dirinya sendiri baik mudarat dan manfaatnya, mati dan hidupnya maupun bangkitnya nanti."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline