Lihat ke Halaman Asli

Amankan Dana Siluman, KMP-KIH di DPRD DKI Jakarta Bersatu Makzulkan Ahok

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: SOLEMAN MONTORI

Kisruh bangsa Indonesia seperti tak pernah habis-habisnya. Usai perseteruan macan Asia dengan banteng, muncul kisruh KPK-Polri, lalu rakyat disuguhkan lagi dengan tontonan gratis yang tak kalah hebohnya, yaitu perseteruan antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta.

Selisih angka 12,1 triliun di dalam APBD menjadi pangkal perseteruan. Sebelum terkuak ke ranah publik, DPRD DKI menawarkan jalan damai dengan Ahok, tapi komunikasi damai untuk menutupi dana siluman di APBD tidak diterima oleh Ahok, karena Ahok mencium ada gelagat yang tidak baik dari sejumlah anggota DPRD, yang menolak bila disebut oknum, tetapi merasa tersanjung jika disebut “yang terhormat.”

Merupakan hal yang wajar Ahok menolak “komunikasi damai gelap” itu, yang mungkin sudah merupakan tradisi sejak lama di DPRD DKI. Angka 12,1 triliun bukan jumlah sedikit. Suatu jumlah yang lebih besar dari dana bailout Bank Senturi “Banyak loh 12,1 triliun itu,” ujar Ahok.

Saling salah-menyalahkan pun menjadi tontonan gratis dan menarik. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang akrab disapa Ahok berang dan menuduh DPRD DKI merampok uang rakyat. DPRD tersinggung, lalu menyalahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai pihak yang melakukannya.

Benarkah tuduhan DPRD bahwa yang melakukannya adalah SKPD?Sesuai aturan, SKPD mengusulkan programnya melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), yang terdiri dari Sekda sebagai ketua TAPD, kepala Bappeda, Bendahara Umum Daearah (BUD) dan sejumlah pejabat terkait lainnya, lalu diusulkan ke DPRD untuk dibahas. Pembahasan dilakukan antara DPRD dan TAPD, bukan dengan SKPD. Kehadiran SKPD di gedung DPRD diperlukan jika secara teknis ada hal yang butuh penjelasan.

Penjelasan dari SKPD biasanya dilakukan di ruang komisi. Jadi, kalau terjadi dana siluman di Disdik DKI Jakarta misalnya, kemungkinan besar yang menyusupkan dana siluman untuk membiayai proyek-proyek fiktif ke Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Disdik adalah anggota DPRD yang duduk di komisi pendidikan.

Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2014, legislatif melalui Badan Anggaran (Banggar) tidak memiliki kewenangan untuk menentukan perencanaan yang sifatnya sangat rinci, baik kegiatan maupun jenis belanja. Menentukan kegiatan dan jenis belanja merupakan kewenangan eksekutif; tapi nampaknya di DPRD DKI, mengutak-atik kegiatan dan jenis belanja masih dipraktekkan. Hal ini diakui oleh M. Taufik bahwa DPRD bersama SKPD membahasnya sampaihal teknis. Ini artinya DPRD DKI Jakarta terlalu dominan menginisiasi, yang seharusnya berdasarkan keputusan MK tidak boleh dilakukan karena berpeluang terjadinya penyimpangan.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Arie Budiman, membantah memprogramkan pengadaan Uninterrupted Power Supply (UPS) dan beberapa peralatan pendidikan lainnya senilai Rp 105,876 miliar. Ia juga membantah menggelembungkan harga UPS .

Dana siluman senilai 12,1 triliun yang jumlahnya fantastis itu membuat Ahok marah. Sosok yang gaya dan bicaranya tak biasa ini membuka kartu oknum anggota DPRD sedikit demi sedikit. “DPRD membuat anggaran versi sendiri tanpa melalui e-budgeting. Banyak program unggulan yang dipotong dan dialihkan menjadi proyek-proyek fiktif. Anggaran abal-abal itu dibuat setelah rapat paripurna yang mengesahkan RAPBD 2015 digelar,” ujar Ahok.

Berani marah dan reaktif merupakan kelebihan Ahok. Ia siap dimakzulkan dan kehilangan nyawa demi membela kepentingan rakyat DKI Jakarta.

Gaya kepemimpinan Ahok nampaknya terinspirasi dari hukum III Newton, yang dikenal sebagai hukum aksi-reaksi, yaitu dimana ada aksi pasti akan muncul reaksi. Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi setuju dengan Ahok sebagai pemimpin yang membuat terobosan, tapi ia tidak suka dengan Ahok yang menurutnya tidak memiliki etika. “Saya ini jagain dia, masa dibilang oknum sih,” curhat Prasetyo.

Keberanian Ahok membeberkan “dana siluman” sebesarRp 12,1 triliun ke publik membuat DPRD DKI panas dan menghadiahi Ahok hak angket terkait APBD 2015. DPRD menuduh Ahok temperamental dan melanggar etika.

Menurut M. Taufik yang juga temperamental, 105 anggota DPRD DKI menyetujui hak angket. Ini artinya 105 anggota DPRD DKI kompak mengamankan dana siluman dengan cara menghadang Ahok melalui hak angket. Demi melindungi sistem yang korup, orang baik di DPRD DKI Jakarta sepertinya tidak ada lagi, karena semuanya ikut mengamankan dana siluman.

Bila benar adanya dugaan dana siluman senilai 12,1 triliun, kemungkinan di DPRD DKI Jakarta terdapat gangster-gangster dalam penetapan anggaran yang dikemas rapih dengan aturan demi mempertahankan sistem yang korup.

Upaya DPRD DKI menghadang Ahok dengan hak angket, yang disponsori oleh M. Taufik sepertinya offside jika yang dipersoalkan adalah masalah behavior Ahok, yang dianggap tidak beretika; dan memasalahkan APBD yang di dalamnya bersembunyi dana siluman yang disusupkan oleh DPRD sendiri. Seharusnya DPRD mengawali dangan hak interpelasi, namun yang dilakukan adalah hak angket yang bertujuan untuk mewujudnyatakan hidden agenda, yaitu memakzulkan Ahok.

Nampaknya tidak hanya oknum-oknum tertentu di DPRD yang menginginkan Ahok lengser sebagai gubernur DKI Jakarta, tapi juga Menpan RB Yuddy Chrisnandi terkesan menghendaki kepemimpinan Ahok segera berakhir sebelum waktunya, karena ia tidak begitu setuju dengan kebijakan Ahok meningkatkan kesejahteraan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) di pemerintah provinsi DKI Jakarta.

Ahok pun bereaksi atas penggalangan dukungan hak interpelasi, namun pada saat rapat paripurna DPRD berubah menjadi hak angket untuk menghadang kepemimpinan Ahok. Ahok melapor ke Presiden Jokowi dan KPK. “Seluruh anggota DPRD yang masuk penjara atau saya,” tantang Ahok ke DPRD DKI Jakarta.

Apa yang dilaporkan Ahok ke Presiden Jokowi? Kemungkinan yang dilaporkan Ahok kepada Jokowi bahwa ia akan merevolusi mental seluruh anggota DPRD DKI melalui e-budgeting sebagai bentuk transparansi APBD. Presiden mendukung penerapan e-budgeting di pemerintah provinsi DKI Jakarta, yang kemudian menjadi contoh di seluruh Indonesia, kata Ahok.

Apa yang dilaporkan Ahok ke KPK? Kemungkinan yang dilaporkan Ahok kepada KPK bahwa ada lagi dana siluman di DPRD DKI Jakarta pada tahun 2015 seperti yang pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Ahok adalah salah satu contoh pemimpin yang berani melawan koruptor. Bicaranya yang pedas dan ceplas-ceplos membuat hidup para koruptor tidak tenang. Para koruptor berang atas keberanian Ahok mengusik pundi-pundi mereka di kota yang setiap hari beredar uang triliunan.

Godaan menggelapkan dana APBD DKI sangat dekat dengan kekuasaan yang dimiliki Ahok. Mungkin tidak hanya sekali Ahok dicobai dan digoda melalui "komunikasi damai," namun Ahok tidak mudah digoda dan tergoda “komunikasi damai” yang ditawarkan DPRD DKI sebelum dana siluman 12,1 triliun diungkap ke publik. Ahok lebih memilih merevolusi mental DPRD DKI Jakarta dengan transparansi APBD melalui e-budgeting.***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline