Lihat ke Halaman Asli

Mengecap Rasa Hadirnya Industri Semen Kelas Kakap di Bayah

Diperbarui: 29 Juli 2017   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pelabuhan khusus milik Pabrik Semen Merah Putih di Bayah, Kabupaten Lebak. (dok pri)

Berbicara rasa tentu harus ditakar dengan mengecapnya, lantas seperti apa rasanya setelah mengecap rasa hadirnya industri pabrik semen kelas kakap di ujung selatan Kabupaten Lebak ini?

Sejak awal kehadirannya Pabrik Semen Merah Putih milik PT Cemindo Gemilang di Blok Dorcet, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, cukup menyita perhatian berbagai pihak, baik yang pro maupun kontra. Memang gejolak sosial seperti itu tak terelakan, sebab satu sisi kehadirannya dipandang membawa anugrah dan satu sisi menimbulkan malapetaka. 

Sejak hadir pada tahun 2011 di Bayah PT Cemindo Gemilang telah menguliti bukit seluas 500 hektar dengan tujuan penyediaan bahan baku semen berkualitas dalam negeri. Sebagai penanda dimulainya pembangunan pabrik ini, tanggal 11 September 2013 silam Menteri Koordinator Bidang Perekonomian  Hatta  Rajasa, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Helmi Faisal, Wakil Menteri Pekerjaan Umum  Hermanto Dardak, dan sejumlah pejabat daerah serta tokoh masyarakat setempat suka cita membuka dimulainya pembangunan Pabrik Semen yang disebut-sebut terbesar se-Asia Tenggara itu.  

Pabrik ini didirikan di area seluas 500 hektar dengan kapasitas produksi 10.000 ton clinker per hari, atau sebesar 4 juta ton per tahun. Selain itu, pabrik ini juga dilengkapi dengan fasilitas pelabuhan khusus serta memiliki kedalaman dermaga hingga 13 meter yang siap menampung kapal dengan bobot mati 30.000 dwt. 

Sebagai salah satu proyek Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP31) nilai investasinya mencapai USD 600 juta lebih, dan digadang bakal menyerap sekira 4.000 tenaga kerja yang berasal dari masyarakat Bayah. Dengan demikian, semen merah putih turut berkontribusi menyediakan bahan baku berkualitas untuk pembangunan negeri, sekaligus membantu meningkatkan perekonomian dan pemberdayaan masyarakat setempat. Dari sektor pajak juga perusahaan ini diproyeksikan menjadi tulang pendapatan asli daerah yang cukup menjanjikan. 

Namun, dalam tulisan khas yang diurai pelajar tingkat menengah atas dalam lomba menulis berita yang digelar Pokja Wartawan Cilangkahan beberapa waktu lalu rerata menuangkan sikap masyarakat akan keberadaan pabrik semen serta dampak gejala alam yang timbul akibatnya. Seperti halnya tulisan karya NR siswa kelas tiga SMKN 1 Bayah dengan judul 'Lapangan Pekerjaan Terbuka, Masyarakat Tutup Muka'.

 Sebelum melanjutkan membaca tulisan itu sekilas dari judul tergambar bahwa gejolak sosial di Bayah cukup mendalam dirasakan anak seusia pelajar tersebut. Kondisi ironis terpapar dalam judul tulisan tersebut dimana seyogyanya ketika lapangan pekerjaan terbuka itu disambut dengan suka cita, ini malah sebaliknya masyarakat tutup muka yang artinya boleh jadi tidak peduli dengan lapangan pekerjaan tersebut. 

Namun itu hanya ekspektasi dari pembaca yang sebatas membaca judul dari tulisan siswa tersebut. Lebih dalam pada dalam tulisan itu penulis ternyata lebih menyoroti kepada gejala alam yang diakibatkan dari efek kehadiran pabrik, dari mulai jalanan yang rusak dan berdebu akibat dari pembangunan serta pembesasan jalan untuk kepentingan proyek. 

Penulis menuangkan perasaannya dalam tulisan tersebut betapa pengapnya melewati jalan yang berdebu, baju seragam putihnya yang kerap kali berubah warna menjadi kuning karena terkena debu dijalan, belum lagi apabila turun hujan jalanan menjadi licin dan petir yang terlihat diantara bangunan menjulang diatas bukit yang gundul hingga lebih jelas dan menyeramkan dirasakannya, padahal sebelumya jalanan ini dirasakanya dia begitu nyaman dan sejuk dengan popohonan yang tumbuh di sepanjang jalan.  

Dia mengungkap, bahwa setiap harinya masyarakat yang menggunakan jalanan tersebut tak lepas dari masker (penutup wajah) dan penutup kepala yang tentunya menjadi kewajiban yang harus selalu dikenakannya, karena bukan lagi menghirup udara segara, melainkan debu kotor yang tebal. Pelajar ini ini merasakan kehilangan nuansa alam yang perawan, terlebih lagi jalan yang kerap kali digunakan untuk menuju tempat wisata seperti Pulo Manuk dan Karang Taraje pun tak kalah rusak dan berdebu akibat dari sering dilintasinya mobil-mobil raksasa milik proyek perusahaan yang muatannya membuat jalan menjadi hancur lebur seperti adonan kue. Sepenggal celotehan suara hati pelajar itu mungkin tidak terdengar dan hanya teluapkan dalam tulisan yang dikirimnya ke perlombaan menulis berita yang digelar Pokja Wartawan Cilangkahan. 

Pihak lain seperti pekerja dan para pengusaha merasakan begitu kuat cengkraman dan monopoli perusahaan sekelas dewa tersebut. Tak ayal riak-riak protes melalui media audiensi dan demonstrasi jalanan dilakukan meskipun tak kunjung menemukan titik terang. Belum lama ini, nelayan menagih janji perusahaan yang tak kunjung memberikan kompensasi atas kerugian yang diderita para nelayan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline