Jarum jam berjalan kaku, di bilik bertabur warna ungu, aku duduk termangu, memerdekakan niat menetapkan arah berbingkai tujuh.
Ketika aku diterpa angkara, bersama urita yang dihantar angin kering, kalian berlabuh bersama beriring, melantai melungguh tak bergeming, dengan dandanan anggun dan alis hampir miring.
Warta angin menusuk perlahan, hingga ke bagian dalam rusuk sebelah kanan, di ruangan berdinding violet yang sengaja dibentangkan, senyum harmoni ku lagukan, dengan dawai perindu yang menyejukkan.
Aku membaca guratan wajah kalian, tersurat rapi di atas lembar harapan, bersaksi di atas kertas sepan, yang belum selesai kita tuliskan.
Berhentilah berandai, Kawan, dengan warta-warta yang bisa diterbangkan angin topan, kemudian berserakan di hamparan, dan hanya menjadi sampah-sampah berserakan.
Langkah bersama kita patrikan, kuat genggam tak terlepaskan, oleh sgala badaiguncangan, kokoh kita tak terpisahkan, menyulut api berbias cahaya harapan.
Di sini, di sekolah harapan.
#Medio180221
#Ruangsejutainspirasi,13.54
*Kurangkai aksara menjadi kata, saat aku diterpa angkara
Opan Semesta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H