Lihat ke Halaman Asli

Sofyan Utiarahman

Master Trainer MGPBE, Fasilitator, Narasumber Kependidikan, Motivator, Instruktur Nasional, Penulis Pemula

Tengge-Tengge

Diperbarui: 5 Juni 2022   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jarum jam menunjukkan pukul 15.00. Bergegas Bonggo menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan ibunya. Menimba air di sumur tetangga. Pekerjaan  itu dilakukan setiap sore. Dua buah ember berukuran besar sudah penuh. Ada rasa puas telah memenuhi kewajibannya. Agar orang tua senang, harus tekun dan patuh. Kata guru di sekolah, menyenangkan hati orang tua berpahala.

            Bergegas Bonggo berwudu. Cara berwudunya sempurna. Seperti yang diajarkan dan dipraktikan di sekolah. Bu Ama, guru agama di SMP Negeri Boliyohuto selalu mebimbing para siswanya dengan baik.

            Setelah merapikan peralatan salat, Bonggo ganti pakaian. Kaus warna ungu berstrip putih dipadu dengan celana warna hitam.

"Kring.." terdengar bunyi bel sepeda. Bonggo bergumam, pasti Kude yang datang.

"Ma, saya pamit ya?"

" Ke mana? "

" Ke rumah Deni. Kami sudah janji."

" Ya, hati-hati ya. Sebelum masuk waktu salat magrib, kau sudah berada di rumah," tegas Mama Bonggo.

Setelah bersalaman dan mencium tangan mamanya, Bonggo berlari kecil menuju halaman. Kude menyambutnya dengan senyum manis. Tanpa basa basi, Bonggo meloncat ke bagasi sepeda dan .. meluncurlah sepeda turangga yang mereka kenderai.

Hawa sore masih terasa menyengat wajah, tidak mereka rasakan. Mereka menikmati perjalanan dengan ceria. Sambil ngobrol.

"Menurut kamu, bermain tengge-tengge masih wajar?" tiba-tiba Kude bertanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline