Lihat ke Halaman Asli

Sofwan Ardyanto

Pernah kuliah di jurusan planologi, pernah jadi wartawan, pernah bekerja sebagai copywriter tetapi kini mengelola sebuah bisnis pemrosesan kopi dan kedai kopi di jabodetabek.

Di Balik Gembar Gembor Kasus Panji Gumilang #3

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Setelah tulisan Episode Pertama dan Episode Kedua maka  Episode Ketiga ini  akan lebih menjawab tentang isu yang berkembang di kalangan internal NII Al-Zaytun dan MIM-ers (penggiat ormas Masyarakar Indonesia Membangun) bahwa motivasi Imam Supriyanto melaporkan Panji Gumilang ke Mabes Polri adalah dalam rangka merebut aset Al-Zaytun.  Pendapat itu jelas SALAH. Sama sekali TIDAK BENAR.

Dari hasil diskusi dengan Imam Supriyanto (IS), saya memperoleh penjelasan bahwa langkah-langkahnya 'melakukan perlawanan' terhadap Panji Gumilang bukan untuk merebut aset Al-Zaytun, yang secara fisik diperkirakan mencapai angka Rp 1,4 triliun. Langkah Imam Supriyanto sesungguhnya merupakan bagian dari respon suara kader-kader Al-Zaytun, baik yang ada di teritorial, MIM, maupun yang masih berkhidmat di Kampus Al-Zaytun yang sudah semakin resah dengan kepemimpinan Panji Gumilang yang semakin tidak terarah, individual, egoistik, dan tidak berorientasi pada produktivitas yang bermuara pada kesejahteraan umat/kader.

Langkah IS 'melawan' Panji Gumilang pun tak dilakukan sendirian tapi berkoordinasi dengan para aktivis  Al-Zaytun yang masih aktif, baik di level teritorial  maupun Pusat, serta para veteran eksponen yang masih peduli terhadap nasib Al-Zaytun. Bagaimanapun, Al-Zaytun dibangun dengan hasil perasan keringat para kader yang berjuang tanpa pamrih, bukan?

Mari sedikit kilas balik, sejak awal dekade 1990-an, berpuluh ribu kader bergotong royong melakukan aksi juang yang pada akhirnya mampu membeli lahan tandus di  Gantar, yang menjadi arena pembangunan Kampus Al-Zaytun. Tidak sedikit dari mereka yang kemudian menjadi 'miskin' karena memutuskan untuk "all out" berjuang. Tapi apa yang terjadi? Tidak terjadi distribusi kesejahteraan yang merata. Sementara banyak kader di level akar rumput menjadi 'tidak sejahtera', beberapa oknum kader di 'puncak piramida kekuasaan' justru menikmati fasilitas yang sulit dijangkau kader-kader akar rumput. Korupsi juga meraja lela. Sudahlah, bagi Anda pembaca artikel ini, yang mungkin masih aktif di struktur NII Al-Zaytun atau Ormas MIM, saya yakin hati nurani tidak akan menyangkal bahwa telah terjadi praktik korupsi yang akarnya sudah mulai sulit dicerabut.

Sebagai pribadi yang pernah ikut terlibat dalam dinamika pergerakan NII Zaytun selama 15 tahun, serta pernah dekat dengan Panji Gumilang, saya sepakat jika dilakukan REFORMASI mendasar pada kelompok ini. Sedihnya, REFORMASI akan sulit dilakukan selama Panji Gumilang tidak mau membuka diri. Melalui tulisan ini saya bertanya: sudikah atau beranikah Panji Gumilang DIAUDIT oleh auditor independen? Tentu saja proses audit itu melibatkan para elite veteran sebagai narasumber.  Khususnya, para elit veteran yang tahu betul aliran arus kas (cash flow) penggunaan dana-dana dan distribusi penguasaan aset-aset yang bersumber dari dana infaq kader dan pos-pos penerimaan lain?

Nah, dalam rangka melahirkan REFORMASI itulah, Imam Supriyanto mengambil langkah oposisi terbuka terhadap Panji Gumilang. Ia telah menyatakan kepada elit-elit veteran maupun elit yang masih aktif di dalam struktur bahwa:


.... jika pun perjuangannya berhasil, Ia tidak akan kembali ke Al-Zaytun untuk menggantikan Panji Gumilang atau menjadi bagian dari kepemimpinan baru. Imam Supriyanto akan menyerahkan sepenuhnya kepemimpinan Al-Zaytun pada kader-kader yang amanah, yang kelak diharapkan akan mampu membawa kesejahteraan kepada segenap kader...

Jika Anda tidak percaya, silahkan bertemu langsung dengan Imam Supriyanto. Tanyakan secara lugas, komitmennya seperti yang  telah saya tulis dalam artikel ini.

.............. (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline