Lihat ke Halaman Asli

Sofwan Ardyanto

Pernah kuliah di jurusan planologi, pernah jadi wartawan, pernah bekerja sebagai copywriter tetapi kini mengelola sebuah bisnis pemrosesan kopi dan kedai kopi di jabodetabek.

Di Balik Gembar Gembor Kasus Panji Gumilang #2

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Pada tulisan episode #1 (sila buka link) telah saya sebutkan bahwa pada suatu pagi di kediaman Panji Gumilang di Gandul, Depok telah terjadi dialog empat mata antara saya dan Panji Gumilang tentang prediksi masa depan NII.

Dialog itu bermula dari kegelisahan saya, yang waktu itu masih merupakan seorang kader NII, tentang arah gerakan/perjuangan yang tampaknya semakin bias, janggal, dan disorientasi.

Pagi itu, refleks saya seperti mengomando untuk memanfaatkan situasi. Ketika itu, hanya ada saya dan Panji Gumilang. Beberapa pemimpin NII lain, termasuk H. Imam Supriyanto (yang belakangan sering muncul di televisi dan mengungkap jati dirinya sebagai mantan Menteri Peningkatan Produksi NII) masih tidur. Yah, malam sebelumnya, kami memang terlibat diskusi hingga larut malam.

Oh ya, ini menjadi semacam kata kunci jika ingin berdialog dengan Panji Gumilang: "jangan tanyakan hal sensitif di depan banyak orang. Ia bisa murka". Nah, karena pagi itu hanya ada saya dan Panji Gumilang, saya pun memberanikan diri untuk berdialog tentang hal yang sangat sensitif, tapi urgent. Tentu saja, saya awali dialog pada pagi itu dengan terlebih dahulu membuka diskusi tentang hal ihwal pertanian dan peternakan (dua hal yang sangat ia gadrungi).

Pertanyaan saya sederhana:


"Syaykh, bagaimanakah masa depan NII kelak? Di satu sisi, sifat gerakan kita (baca: NII) sangat eksklusif. Bahkan, dari sisi nama pun sangat eksklusif. Namun, di sisi lain, kita sekarang masuk pada wilayah pergerakan yang sangat inklusif. Jujur, teman-teman di akar rumput, mulai gelisah dengan kontradiksi ini. Mereka bingung?"

Mendengar pertanyaan itu, Panji Gumilang sempat berpikir sejenak. Tak seperti biasa, jawabannya kepada saya kurang memuaskan. Ia menjawab begini:


"Perjalanan NII masih sangat panjang. Ana hanya mencoba untuk mengembalikan NII kepada jalur yang benar. Soal kelak umat harus bagaimana, dan NII akan menjadi apa, kelak kitalah yang akan memutuskan. Kita itu siapa? Ya...kita. Kita yang sekarang ini masih aktif, tentu saja dalam perwakilan, dan kita yang pernah berjuang bersama-sama tapi sekarang tidak lagi berada di dalam barisan."

Saya sanggup mempertanggungjawabkan bahwa dialog ini pernah terjadi. Nah, jika kemudian ada para 'mantan' NII yang hendak mencoba menyelamatkan jamaah NII dari kehancuran serta menyelamatkan hasil perjuangan ratusan ribu nyawa dari "kecenderungan penguasaan secara tidak proporsional oleh Dinasti Rasyidi", semoga Panji Gumilang ingat dialog tadi. Apapun, Imam Supriyanto dkk masih punya hak untuk mengembalikan hak jamaah kepada yang berhak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline