Lihat ke Halaman Asli

Catatan Kecil Seorang Bapak Menunggu Hasil PPDB: "Lelah Jiwa"

Diperbarui: 30 Juni 2021   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Joglosemar. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com

Hiruk Pikuk PPDB online untuk SMA/SMK di Jateng telah berakhir. Para Siswa sudah mempunyai gambaran dimana ia akan sekolah selanjutnya di tingkat SMA/SMK. Kini para siswa telah memasuki masa daftar ulang di sekolah barunya.

Tahun ini PPDB Online Jateng cukup baik, akses di web PPDB yg diakses ribuan peserta nyaris tanpa keluhan, sementara di level sekolah panitia PPDB cukup sigap menjelaskan ke peserta / orang tua siswa yang "kebingungan" terkait proses PPDB ini.

Walaupun prosesi PPDB dengan sistem zonasinya sudah berjalan untuk kesekian kalinya tapi masih tetap menyisakan pro kontra di masyarakat. Sistem Zonasi yang "mengharuskan" setiap peserta dekat dengan lingkungan sekolah. Semakin dekat tempat tinggal peserta, semakin besar peluang untuk diterima di sekolah tujuan. 

Namun di sisi lain sebaran sekolah untuk tiap wilayah berbeda. Beberapa sekolah "menumpuk" di daerah tertentu. Namun ada daerah yg belum ada sekolah. Tentu ini tidak adil bagi daerah yang tidak ada SMA/SMK negerinya. Bukankah tiap warga negara punya hak yg sama untuk bersekolah sesuai dengan keinginannya?

Sebut saja di wilayah Solobaru (masuk Kecamatan Grogol Sukoharjo) ada  beberapa kelurahan di wilayah itu (Kelurahan Grogol, Gedangan, Madegondo, Gedangan, Kwarasan, Langenharjo, Telukan) wilayah yg cukup padat penduduknya, namun belum ada sekolah SMA/SMK Negeri. Betul di wilayah itu masuk zona untuk sekolah sekolah di Solo, tapi jarak yg ada melebihi 1 KM . Jarak yang "jauh" ini akan menjadikan peserta di daerah itu kalah bersaing dengan daerah dengan jarak yg lebih dekat.

Dengan kondisi yang ada " jalur prestasi" dan "jalur afirmasi" menjadi tumpuan. Tapi yang perlu diingat tidak semua siswa punya prasyarat untuk masuk ke "jalur" itu. Kekurangan yg ada pada  prosesi PPDB dengan Zonasinya saya yakin telah dipikirkan oleh segenap pengambil kebijakan. Kita tunggu hasilnya.

Cerita PPDB setiap tahun selalu menyisakan kisah menarik. Dan tahun ini saya punya pengalaman langsung terhadap proses PPDB Online, tahun ini anak saya ikut PPDB untuk berebut bangku sekolah yg diinginkan. 

Walaupun tempat tinggal kami masuk zona beberapa sekolah, tapi karena jaraknya "tidak bersaing" (baca: jauh) kami melupakan pendaftaran melalui jalur zonasi. Kami memilih jalur prestasi, dengan mengandalkan nilai rapor dari semester 1 sampai 5, tanpa menambahkan prestasi kejuaraan (karena tidak punya nilai kejuaraan).

Masuk melalui jalur prestasi ternyata mengharuskan tiap peserta memantau setiap saat posisi "klasemen" nilainya,untuk mengetahui berada di posisi berapa. Dan bersiap memindahkan sekolah pilihannya ke sekolah lain (kalau ada pilihan) jika posisi nilainya sudah tidak bisa "bersaing" lagi. Proses memantau naik turunnya posisi nilai di "klasemen" jalur prestasi ini bisa menjadi tekanan mental tersendiri bagi para peserta. 

Pantauan "klasemen" nilai sudah harus dimulai semenjak pendaftaran tanggal 21 hingga 24 Juni 2021, tentu waktu 4 hari, bukan waktu yang pendek, ketika setiap menit harus melihat "klasemen" posisi nilainya. 

Turunnya posisi atau malah tergusur dari persaingan membuat jantung berdegup kencang, mengaruskan berfikir mencari alternatif sekolah baru, berhitung nilainya masih bisa "bersaing" atau tidak, kemudian memantau posisi nilainya berada di urutan ke berapa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline