Beberapa teman saya mereka mengatakan kalau sangat nyaman ketika bercerita dan meminta saran kepada saya. Katanya, opini dan solusi yang saya keluarkan mampu menenangkan hati dan pikiran sehingga mereka tidak gegabah dalam mengambil sebuah tindakan.
Saya sempat berpikir, apakah saya sebijak itu? Mengapa saya lebih handal dalam menasihati orang lain tapi tidak dengan diri sendiri?
Ternyata, saat saya scrolling twitter, saya menemukan istilah yang bisa menjawab pertanyaan saya tadi, yakni The Paradox Salomo.
Paradox Salomo ini diperkenalkan oleh ilmuwan psikologi dari University of Waterloo, Kanada, yakni Igor Grossmann. Menurutnya, alasan kita lebih bijak dalam menasihati orang lain adalah karena ada "jarak" antara individu (kita) dengan peristiwa yang dialami oleh orang lain. Sehingga "jarak" inilah yang membuat kita lebih jernih dan hati-hati dalam merespon sebuah masalah.
Namun sebaliknya, ketika diri kita yang tertimpa masalah, "jarak" tersebut akan terlihat samar. Kenapa? Karena kita tidak mempunyai daya self distancing. Sebenarnya, self distancing ini adalah sebuah keadaan psikologis dimana semakin jauh kita dari masalah, maka semakin kita dapat memahami bagaimana menghadapi masalah tersebut.
Ketika kita tidak mempunyai daya self distancing tersebut, maka kita cenderung tidak bisa menyikapi sepenuhnya dengan bijak atas masalah yang datang.
Bagaimana cara menumbuhkan self distancing? Self distancing pada dasarnya bisa kita latih dengan memposisikan diri sebgai pihak ketiga atau orang lain (menggunakan sudut pandang pihak ketiga) ketika menghadapi masalah. Misalnya mengubah kata ganti dari "saya" menjadi "dia".
Contohnya "kira-kira apa yang akan saya lakukan ketika menghadapi hal tersebut?" diganti dengan "kira-kira apa yang akan dia lakukan dalam menghadapi hal tersebut?" atau "kira-kira apa yang akan kita lakukan ketika seseorang sedang berada diposisi kita?"
Akan tetapi, self distancing dalam hal ini tidak disarankan terhadap suatu peristiwa yang menyenangkan. Karena nanti kadar senangnya akan berkurang. Jadi, kalau peristiwa tersebut menyenangkan, mari kita nikmati dan syukuri.
Paradox Salomo ini menjadi bahan refleksi untuk kita, kalau dalam setiap permasalahan hendaknya kita menghadapi dan menyikapi dengan bijak, dengan menggunakan berbagai pertimbangan dan perspektif dalam menyelesaikannya.
Memberikan saran dan nasihat kepada orang lain adalah hal baik sebagai bentuk perwujudan tolong menolong antar sesama. Akan tetapi perlu diingat bahwa kitapun memiliki problema kehidupan yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan keputusan yang baik dan bijak.