Sumber hukum ekonomi islam dapat didefinisikan sebagai sumber yang menjadi acuan atau standar dalam menentukan hukum suatu perkara ekonomi dalam perspektif Islam. Terdapat beberapa sumber atau metode dalam pengambilan keputusan mengenai ketetapan hukum dalam islam, beberapa diantaranya ialah Al-Qur’an, Al-Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Metode-metode tersebut telah disepakati oleh seluruh ulama’, di samping itu di Indonesia juga menganut adanya Fatwa DSN-MUI.
1. Al-Qur'an
Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama bagi ekonomi Islam, karena di dalamnya terdapat aturan-aturan yang berkaitan dengan ekonomi dan hukumnya. Dengan demikian, tidak diperkenankan untuk mengambil solusi dari sebuah permasalahan dari luar Al-Qur’an selama jawaban-jawaban atas persoalan tersebut terdapat di dalam Al-Qur’an. Menurut Abdul Wahhab Khallaf, ayat-ayat hukum terkait muamalah hanya berkisar antara 230 hingga 250 ayat. Sedangkan jumlah keseluruhan ayat Al-Qur’an ialah 6000 ayat. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ayat yang membahas hukum ekonomi Islam hanya berkisar 3% sampai 4%. Salah satu contoh hukum perkara ekonomi yang disebutkan dalam Al-Qur'an adalah kegiatan jual-beli yang dihalalkan dan haramnya riba’ sebagaimana dalam Qs. Al-Baqarah ayat 275.
2. Al-Hadist
Hadist atau as-sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Hadist menurut istilah merupakan segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad SAW yang berupa perkatan (qaul), perbuatan (fi’il), ketetapan (taqrir), sifat, dan akhlak yang dimaksudkan sebagai tasyri’ (persyariatan) untuk umat islam. Salah satu contoh hadist yang bisa dijadikan acuan ketika menghadapi persoalan apabila dalam kegiatan jual beli terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli maka penyelesaiannya disesuaikan dengan hadist riwayat Imam yang Lima yakni "Ibnu Mas’ud RA berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Apabila dua orang yang berjual beli berselisih, sedang di antara mereka tidak ada keterangan yang jelas, maka perkataan yang benar ialah apa yang dikatakan oleh pemilik barang atau mereka membatalkan transaksi."
3. Ijma'
Ijma’ sangat diperlukan untuk menetapkan hukum atas persoalan-persoalan umat yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi. Secara umum, ijma’ merupakan hasil keputusan dari pendapat-pendapat para ahli ulama’ ijtihad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dengan berlandaskan hukum syara’. Salah satu contoh persoalan yang telah di-ijma' kan dalam kitab al-ijma' karya dari Ibn Mundzir ialah perihal diharamkannya jual-beli barang yang diharamkan oleh Allah SWT: "Para ulama telah ber-ijma' bahwa jual-beli benda-benda yang diharamkan oleh Allah SWT seperti bangkai, darah, dan babi adalah haram."
4. Qiyas
Ulama ushul fiqih mendefinisikan qiyas sebagai kegiatan menentukan hukum terhadap suatu peristiwa yang tidak mempunyai nash hukum dengan cara membandingkannya dengan peristiwa lain yang hukumnya telah ditentukan berdasarkan nash karena adanya persamaan “Illat antara dua peristiwa". Qiyas memiliki 4 rukun yang harus terpenuhi, yaitu ashal (pokok), far'u (cabang), hukum ashal, dan 'illat. Salah satu contoh persoalan yang diqiyaskan ialah perihal bunga bank. Dimana status hukumnya dapat ditetapkan dengan cara qiyas, yakni yang menjadi al-far'u ialah bunga bank, yang menjadi al-ashlu ialah riba, sementara hukum ashalnya ialah Qs. Al-Baqarah ayat 275 yang menegaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli tetapi mengharamkan adanya riba. Dari ayat tersebut diperoleh al-'illatnya yakni kesamaan riba dan bunga dimana 5. Fatwa DSN-MUIsama-sama ada suatu tambahan atau manfaat dari modal. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa bunga bank hukumnya haram seperti riba.
5. Fatwa DSN-MUI
Selain ke-4 sumber hukum ekonomi diatas, di Indonesia juga menganut Fatwa DSN-MUI. Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merupakan otoritas yang memiliki wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang- undangan untuk memberikan fatwa terkait ekonomi dan keuangan Syariah. Salah satu contoh penyelesaian persoalan yang menggunakan sumber hukum ke-lima yakni fatwa DSN ialah apabila dalam pembiayaan murabahah terdapat nasabah yang dianggap mampu, namun dengan sengaja menunda-nunda pembayaran maka hal ini diselesaikan sesuai fatwa DSN nomor 17/DSN-MUI/IX/2000 yakni dengan pemberian sanksi yang dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditetapkan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. Kemudian dana yang berasal dari denda ini diperuntukkan sebagai dana sosial.
Dengan demikian, ekonomi Islam memiliki sumber hukum kuat yang berasal dari Al-Qur'an, Al-Hadist, Ijma', Qiyas, serta Fatwa DSN-MUI dalam menjalankan sistem perekonomian yang menjunjung keadilan. Sumber hukum tersebut menjadi pembeda antara ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lain, yang sumbernya berasal dari teori-teori ekonomi yang dikembangkan oleh para pemikir dan ekonom di sepanjang sejarah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H