Lihat ke Halaman Asli

Sofi Lutfi

UIN Raden Mas Said Surakarta

Filsafat Hukum Positivism

Diperbarui: 28 September 2023   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Ahmad Sofi Lutfilmun'im

NIM    : 192111227

Kelas  : 5G

ANALISIS KASUS 

Filsafat hukum positivisme menekankan pada pemahaman hukum sebagai aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, tanpa mempertimbangkan aspek moral atau etika. Berikut adalah beberapa aspek yang dapat dianalisis dalam konteks ini:

  • Definisi Hukum: Dalam pandangan positivisme, hukum adalah peraturan yang berlaku di suatu wilayah atau yurisdiksi. Analisis akan memeriksa apakah ada peraturan yang secara tegas melarang jual beli barang-barang ilegal. Jika ada, maka peraturan tersebut dianggap sebagai hukum yang harus ditaati.
  • Penegakan Hukum: Penting untuk mengevaluasi sejauh mana pemerintah dan lembaga penegak hukum mampu mengendalikan atau memerangi jual beli barang-barang ilegal. Ini mencakup penilaian terhadap efektivitas penegakan hukum dan sanksi yang diterapkan kepada pelaku ilegal.
  • Sanksi Hukum: Positivisme akan memeriksa bagaimana hukum mengatur sanksi terhadap individu atau entitas yang terlibat dalam jual beli barang ilegal. Ini bisa termasuk hukuman pidana, denda, atau tindakan perdata.
  • Perubahan Hukum: Dalam perspektif positivisme, perubahan hukum harus melalui proses legislasi yang sah. Analisis akan mencari tahu apakah perubahan hukum sedang dalam proses atau telah diadopsi untuk mengatasi permasalahan jual beli barang ilegal.
  • Pengaruh Sosial dan Ekonomi: Filsafat hukum positivisme mungkin juga akan mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari praktik jual beli barang ilegal. Ini termasuk pertimbangan terhadap potensi kerugian ekonomi, dampaknya pada masyarakat, dan keterlibatan dalam aktivitas ilegal.

Kebijakan hukum terkait dengan jual beli barang ilegal seringkali juga melibatkan pertimbangan etika, moral, dan sosial yang lebih luas, yang mungkin tidak sepenuhnya dapat dijelaskan oleh pandangan positivisme semata.

MAZHAB HUKUM POSITIVISM

John Austin, sebagai pelopor Aliran Hukum Positif Analitis, mengemukakan pandangan bahwa hukum dapat dianggap sebagai perintah yang berasal dari penguasa negara. Pusat dari konsep hukum ini adalah unsur perintah itu sendiri. Austin menggambarkan hukum sebagai suatu sistem yang konsisten, logis, dan tertutup. Dalam pandangannya, hukum adalah perintah yang mengikat individu atau kelompok individu tertentu. Ia menjelaskan bahwa hukum, bersama dengan perintah lainnya, datang dari pihak yang memiliki otoritas yang lebih tinggi (atasan) dan memaksa individu lain (bawahan) untuk mematuhinya. Atasan memiliki kekuasaan untuk menegakkan hukum dengan mengintimidasi dan mengarahkan perilaku orang lain sesuai dengan kehendaknya. Austin juga berpendapat bahwa hukum dapat dianggap sebagai perintah yang memaksa, dan dapat bervariasi dalam kebijakan dan keadilan. 


Austin membedakan hukum menjadi dua jenis, yaitu hukum yang berasal dari Tuhan untuk manusia dan hukum yang diciptakan oleh manusia. Hukum yang diciptakan oleh manusia kemudian dibagi lagi menjadi dua kategori:


  • Hukum yang sesungguhnya (hukum positif), yaitu hukum yang diberlakukan oleh penguasa atau hukum yang dirancang oleh individu untuk menjalankan hak-hak yang diberikan kepada mereka. Hukum yang sesungguhnya memiliki empat unsur utama, yakni perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan.
  • Hukum yang bukan hukum sejati, yaitu hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi kriteria sebagai hukum. Contohnya adalah peraturan yang dibuat oleh suatu organisasi olahraga. 


Sekilas, ini adalah gambaran singkat tentang pandangan John Austin mengenai hukum, yang menekankan perintah dari penguasa sebagai elemen inti dalam hukum dan pemisahan hukum antara yang diciptakan oleh penguasa dan yang diciptakan oleh manusia.


MAZHAB HUKUM POSITIVISM DI INDONESIA

pandangan saya di sini dapat dije kedalam beberapa hal, diantaranya:

  • Penegakan Hukum yang Tidak Konsisten : Terkadang, penegakan hukum di Indonesia tidak selalu konsisten. Ada laporan tentang ketidakadilan dalam penegakan hukum, dan terdapat isu-isu korupsi di beberapa lembaga penegak hukum.
  • Korupsi : Korupsi masih menjadi permasalahan serius di berbagai tingkatan pemerintahan dan sistem peradilan. Hal ini dapat mengganggu pelaksanaan hukum yang adil dan transparan.
  • Akses Terhadap Keadilan : Tidak semua orang di Indonesia memiliki akses yang sama terhadap sistem peradilan. Beberapa kelompok masyarakat mungkin menghadapi kendala ekonomi atau geografis yang membatasi akses mereka ke peradilan.
  • Hak Asasi Manusia : Terdapat isu-isu terkait hak asasi manusia di Indonesia, termasuk perlakuan terhadap hak-hak individu, kelompok minoritas, dan masalah-masalah seperti kebebasan berpendapat dan beragama.
  • Reformasi Hukum : Pemerintah Indonesia telah melakukan reformasi hukum untuk meningkatkan sistem peradilan dan penegakan hukum. Namun, implementasi reformasi ini dapat menjadi tantangan dan memerlukan waktu.

Dalam hal hukum positivisme, Indonesia memiliki kerangka hukum yang cukup lengkap dan terstruktur dengan baik. Tetapi, tingkat implementasi dan penegakan hukum masih menjadi isu yang diperdebatkan.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline