Lihat ke Halaman Asli

Lastri

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Namanya Lastri. Kala itu ia sedang menjaga kios kerajinan dan oleh-oleh. Gadis berusia 19 tahun itu selalu tersenyum ketika saya bertanya harga-harga dan produk mana saja yang asli buatan Kampung Naga. Lama-lama kami mengobrol banyak hal. Membicarakan yang masing-masing dari kami ingin diketahui. Tentang siapa saya, siapa dia. Dengan bahasa Sunda yang agak kacau antara lemes (halus) dan kasar, saya mencoba mencari tahu seluk beluk masyarakat kampung tempat tinggal dirinya sedari kecil.

Sembilan belas tahun kurang sehari saya habiskan di kota Bandung. Sebuah kota yang terus berkembang setiap harinya, tiada henti. Membuat aktivitas warganya semakin kompleks, semakin ruwet. Saya lalu jadi ingin tahu bagaimana Lastri berkehidupan di kampung yang masih menjaga adat tradisi itu.

Ia juga sekolah, sama seperti saya. Buktinya, ia bisa tahu dan menyebut nama saya dari kemeja bertuliskan nama yang saya pakai. Ia bisa membaca. Tapi ternyata hanya sampai Sekolah Dasar (SD). Alasannya, biaya mahal. Kemudian gadis berambut panjang itu bercerita bahwa sebenarnya ia ingin juga sekolah tinggi-tinggi. Tapi sayang, tidak kesampaian. Lantas ia bilang, ”Resep nya sigana sakola teh. S mah sing leres nya diajar,” ucapnya sembari tersenyum. Artinya, Senang ya sepertinya sekolah. S yang bener ya belajarnya.

Untuk Lastri, gadis dari Kampung Naga, dan teman-teman lainnya yang tidak kesampaian menikmati ilmu di perguruan tinggi, diam-diam saya berjanji dalam hati.

Hal-hal lain juga kami bicarakan. Ia juga berpesan. Pesannya bagi saya sebagai seorang perempuan akan saya simpan dan laksanakan . Obrolan sore hari di Kampung Naga yang singkat. Namun, memberi kesan yang panjang. Seperti mendapat pelajaran dari Lastri. Tentang kehidupan sederhana yang ia jalani sehari-hari. Tentang lampu tempel bagi penerangannya di malam hari. Sempat saya tanya tentang teknologi handphone. Ternyata ia punya. Lalu ia menyimpan nomornya di handphone saya. Sayangnya ketika saya coba hubungi, handphone miliknya selalu nonaktif. Saya pikir, karena sangat sulit disana untuk men-charge baterai.

..........................

Oke. Sampai jumpa lagi, Lastri.

20 Desember 2009
20:51




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline