Utang piutang menjadi bagian dari peradaban manusia. Konon tradisi hutang piutang sudah dilakukan sejak ribuan tahun lalu. Menurut beberapa sumber, catatan tertua tentang hutang berasal dari Kebudayaan Mesopotamia pada 2000 sebelum Masehi (SM). Kala itu para petani di sana biasa meminjam bibit atau hewan penggarap sawah kepada pemodal untuk kemudian dikembalikan setelah panen. (@KUMPARANBISNIS,27/11/2019)
Dulu orang berhutang bisa jadi hanya untuk sekadar menutupi kekurangan kebutuhan mendesak sehari-hari. Hubungan orang-orang kaya dengan saudara-saudara, kerabat dan atau handai tolannya yang membutuhkan bantuan uang atau barang lain kemungkinan besar didasarkan pada keeratan emosional yang saling percaya mempercayai.
Mengedepankan kedekatan hati dan kepercayaan ungkapan lisan antara pemberi dan penerima hutang. Kalau pun dalam perkembangan selanjutnya timbul masalah karena musibah misalnya sakit atau kesulitan lain yang dialami peminjam hutang, biasanya dibuat kesepakatan baru alias rescheduled.
Manakala janji atau kesepakatan antar pemberi dan penerima hutang tidak bisa dijaga dan dipelihara, karena ketidakjujuran, maka hubungan satu sama lain cenderung menjadi renggang, bahkan bisa hilang kepercayaan.
Ada yang curhat di medsos: "cari uang itu sulit. Lebih sulit lagi menagih hutang. Pemberi pinjaman yang pembohong sekali pun pasti tidak suka kepada peminjam hutang yang tidak jujur. Hutang piutang yang dilakukan secara tidak jujur itu seringkali menjadi pisau paling tajam pemutus silaturahim, hubungan tali kasih, pertemanan, persahabatan, dan persaudaraan antar manusia.
Dalam sudut pandang agama Islam hutang piutang diperbolehkan, karena aktivitas tersebut termasuk akad ta'awun (tolong menolong) untuk membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan dan juga merupakan akad tabarru' (sosial) sebagai kepedulian untuk membantu orang-orang yang sedang dalam kesulitan.
Hutang adalah uang dan atau barang yang dipinjam dari orang lain, sementara piutang adalah uang dan atau barang yang kita pinjamkan kepada orang lain. Dalam Islam, hutang piutang hukum dasarnya adalah mubah, sesuatu yang dibolehkan selama transaksi itu untuk kebaikan. Ada hal-hal yang menjadi syarat bagi seseorang yang terpaksa harus berhutang kepada pihak lain.
Pertama, uang dan atau barang yang dipinjam harus digunakan untuk tujuan yang halal dan baik. Tidak boleh berhutang untuk hal-hal kemaksiatan. Kedua, orang yang berhutang harus memiliki kesadaran untuk mengembalikan sesuai dengan kesepakatan yang dibangun dengan pihak pemberi hutang. Ketiga, sebaiknya hutang dicatat dan ada saksinya agar tidak menimbulkan fitnah dan harus segera dilunasi. ( Hukum Hutang Piutang dalam Islam | CNN Indonesia Rabu, 28 Apr 2021 04:30 WIB ).
Saya kira agama-agama lain pun prinsipnya sama, karena empati dan kepedulian serta saling tolong menolong antar sesama ummat manusia dalam kesulitan atas dasar saling percaya mempercayai termasuk nilai-nilai universal yang diterima oleh siapa pun, dimana pun, dan kapan pun.
Sebaliknya ketidakjujuran dalam hal hutang piutang menurut agama, bukan hanya sekadar perilaku tercela, tapi juga termasuk dosa yang menyusahkan manusia di dunia dan akhirat.