Lihat ke Halaman Asli

Analisis Kasus Hukum yang Menggunakan Cara Pandang Filsafat Hukum Positivisme

Diperbarui: 1 Oktober 2024   17:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Sofiana Rahmawati

Nim    : 222111107

Kelas   : HES 5C

Tugas : Sosiologi Hukum 

- Contoh Kasus Hukum

Baiq Nuril yang sejatinya adalah korban pelecehan seksual yang dilakukan kasus tersebut berawal ketika Baiq Nuril yang bekerja sebagai tenaga honorer di SMAN 17 Mataram. Saat itu, pertengahan tahun 2012 Baiq Nuril ditelepon oleh M sebagai Kepala Sekolah SMAN 17 Mataram. Perbincangan antara M dan Baiq Nuril berlangsung selama kurang lebih 20 menit. 

Dari perbincangan tersebut, hanya sekitar 5 menit saja yang membicarakan soal pekerjaan. Sisanya, M malah bercerita mengenai pengalaman seksualnya bersama dengan wanita yang bukan istrinya.

Perbincangan tersebut tentu membuat Baiq Nuril tidak nyaman, namun perbincangan itu pun terus dilanjutkan dengan nada-nada pelecehan terhadap Baiq Nuril. Singkat cerita, Baiq Nuril semakin merasa tidak nyaman kemudian merekam percakapan telepon atasannya tersebut. 

Akhirnya rekaman tersebut bocor dan tersebar melalui rekan Baiq Nuril yang bernama Imam Mudawin, karena cerita dan rekaman yang ditunjukkan sebelumnya oleh Baiq kepada Imam.

Hal tersebut perosalan terjadi dimana, Baiq Nuril dilaporkan oleh M kepada polisi atas tuduhan Pasal 27 (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Putusan bebas yang sempat dijatuhkan Pengadilan Negeri Mataram kepada Nuril berlanjut hingga kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, hingga kemudian Baiq Nuril dinyatakan bersalah oleh majelis hakim tingkat kasasi di Mahkamah Agung.

Kasus yang dialami oleh Baiq Nuril, karena ironi yang menimpanya akibat penjatuhan vonis kasasi Mahkamah Agung No. 574K/Pid.Sus/2018 yang petikannya berbunyi:
Menyatakan Baiq Nuril bersalah melakukan tindak pidana, tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. 

Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.

- Analisis Menggunakan Cara Pandangan Filsafat Hukum Positivisme

Filsafat hukum positivisme melihat hukum sebagai aturan yang dibuat dan ditegakkan oleh otoritas negara dan harus dipatuhi terlepas dari nilai moral atau keadilan yang ada di dalamnya. Dalam pandangan ini, yang penting adalah apakah hukum tersebut sah secara formal, bukan apakah hukum itu adil atau tidak. 

Dalam kasus Baiq Nuril, dari sudut pandang hukum positivisme, penerapan hukum berdasarkan Pasal 27(1) UU ITE adalah sah secara formal. Pengadilan Negeri Mataram memutuskan bahwa Baiq Nuril melanggar ketentuan ini karena mendistribusikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang mengandung muatan yang melanggar kesusilaan, meskipun rekaman itu dihasilkan sebagai respons terhadap pelecehan seksual yang ia alami. 

Hukum positivisme tidak mempertimbangkan konteks moral atau nilai-nilai sosial dalam penegakan hukum ini. Fokusnya adalah pada penerapan aturan yang berlaku secara ketat.

Dalam kasus ini, Mahkamah Agung memutuskan bahwa secara formal Baiq Nuril melanggar hukum yang berlaku (UU ITE) karena mentransmisikan informasi elektronik yang bersifat melanggar kesusilaan, meskipun fakta bahwa dia adalah korban pelecehan seksual tidak dipertimbangkan dalam aspek legalitasnya. Hukum Positivisme menilai bahwa hukum harus diterapkan secara obyektif, terlepas dari kondisi personal atau alasan di balik tindakan tersebut.

- Apa Mazhab Hukum Positivisme

Mazhab Hukum Positivisme merupakan salah satu mazhab yang terdapat pada filsafat hukum. mazhab ini mempunyai suatu pandangan dimana mengharuskannya pemisahan antara hukum dan moral secara tegas. Maksudnya adalah antara hukum yang berlaku (das sein) dan hukum yang seharusnya (das sollen)

Mazhab hukum positivisme adalah salah satu aliran dalam filsafat hukum yang menyatakan bahwa hukum adalah aturan hukum tertulis yang diciptakan oleh otoritas yang berwenang (biasanya negara) dan harus dipisahkan dari moralitas atau etika.Tokoh utama dalam mazhab ini termasuk John Austin yang mengemukakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa politik yang harus ditaati. Hans Kelsen, dengan teori "hukum murni" (pure theory of law), juga menekankan bahwa hukum harus dipelajari sebagai sistem yang otonom dan terpisah dari elemen-elemen lain seperti politik, moral, atau sosiologi.

- Argument Anda Tentang Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia

Mazhab hukum positivisme cukup dominan dalam penerapan hukum di Indonesia, dimana penegakan hukum sering kali berfokus pada penerapan aturan yang tertulis. Dalam kasus Baiq Nuril, pendekatan positivisme hukum cenderung berfokus pada pelanggaran formal terhadap hukum (UU ITE) tanpa melihat aspek moral atau konteks yang lebih luas. 

Di Indonesia, meskipun pendekatan positivisme masih dominan, perlu adanya keseimbangan antara penegakan hukum yang tertulis dengan pertimbangan keadilan substantif agar tidak terjadi ketidakadilan bagi pihak-pihak yang seharusnya dilindungi oleh hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline