Lihat ke Halaman Asli

Kisah tentang Seorang Teman

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tulisan ini saya ingin menceritakan tentang seseorang yang menurut saya memiliki gangguan identitas gender. Ia adalah seorang laki-laki yang saya lihat memiliki kecenderungan perilaku seperti perempuan. Pertama saya mengenalnya ketika kami masih sama-sama remaja. Ia cenderung senang berteman dengan perempuan, termasuk saya. Saya pun merasa nyaman berteman dengannya seperti layaknya teman perempuan yang lain. Saya tidak canggung seperti pada teman laki-laki lainnya.

Terkadang, perlakuan teman-teman yang laki-laki membuat saya jengkel. Mereka menertawai teman saya tadi karena akrab dengan perempuan. Ia juga diejek karena tidak bermain bola seperti yang lainnya. Saya dan temen-teman perempuan yang lain sering menyabarinya. Di sisi lain, saya juga terkadang heran dengan perilaku dan sifatnya tersebut. Namun pada saat itu saya tidak terlalu mengkhawatirkannya, yang penting ia adalah teman yang baik bagi saya.

Kami berteman cukup akrab selama beberapa tahun dan terpisah karena harus menempuh pendidikan di tempat berbeda. Lama tak mengetahui kabarnya hingga akhirnya saya tahu bahwa dia sekarang bekerja. Hal yang tidak saya sangka adalah pekerjaannya menuntutnya untuk berpakaian perempuan. Saya melihat berbagai fotonya dengan pakaian perempuan dan dengan gaya yang bahkan lebih feminin dari saya.

Saya mencoba menghubunginya, kami pun mulai bernostalgia. Namun, ketika diajak untuk bertemu atau reuni dengan teman-teman, dia selalu menolak. Ia beralasan sibuk dengan pekerjaannya. Namun terbersit dalam benak saya bahwa ia mungkin saja merasa malu dengan pekerjaannya sekarang.

Sekarang saya khawatir ia menjadi seorang setelah melihat fotonya yang bergaya mesra dengan laki-laki. Entahlah, apakah itu temannya, sahabatnya, atau siapa. Yang pasti jika ia masih mempertahankan identitas gendernya, ia tidak akan melakukan gaya tersebut. Semakin lama ia semaki sulit dihubungi. Kami pun mulai jauh dan saya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuknya.

Ketika di kampus, saya mempelajari Psikologi Abnormal dan salah satu babnya adalah tentang gangguan identitas gender. Menurut Nevid, dkk (2003), terdapat ciri-ciri dari gangguan ini, yakni: ekspresi keinginan untuk menjadi bagian dari gender lainnya, sering kali berperilaku sebagai anggota gender lainnya, berharap hidup sebagai bagian dari gender lainnya, atau percaya bahwa emosi dan perilaku mereka setipe dengan gender lainnya. Ciri-ciri tersebut dapat saya lihat pada diri teman saya tersebut.

Saya sangat ingin berdialog secara mendalam dengan teman saya tersebut. Sebagai calon sarjana Psikologi saya merasa ingin mengetahui isi hati dan pikirannya sehingga ia berperilaku seperti itu. Saya pun ingin membantu mengembalikan identitas gendernya seperti laki-laki pada umumnya sehingga ia dapat hidup normal dan dihargai oleh lingkungannya. Namun, hal itu tidak akan pernah terwujud tanpa adanya niat dari teman saya tersebut untuk berubah.

Itulah cerita saya hari ini. Terimakasih.

Semoga bermanfaat, amiin :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline