Terdengar nada ketegaran yang luar biasa dari suara wanita kurus itu. Ia lalu memakai rambut palsunya lagi. Lana tidak tahu harus berkata apa. Benar-benar tak diduganya hal seburuk itu akan menimpa perempuan yang dulu pernah merenggut cintanya. Tetapi..., dia juga telah sangat berjasa membuatku berhasil meraih impianku dan menjadi diriku yang sekarang, batinnya getir.
Bu Mia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas jinjing kecilnya yang bermerek ternama. Disodorkannya benda yang rupanya selembar foto berwarna. Lana menerima foto itu.
"Itu anakmu, kuberi nama Amelia."
Lana terpana. Dilihatnya sesosok gadis kecil yang tersenyum lebar dengan barisan gigi putih yang berukuran mungil, berjajar rapi, dan berlubang satu di bagian atas depan. Oh, anakku...betapa aku sangat merindukanmu selama bertahun-tahun ini. Kedua payudaraku dulu seringkali terasa sakit karena tidak bisa menyusuimu semasa bayi. Aku terpaksa meminum obat untuk menghentikan produksi ASI. Hati Lana bagaikan tersayat-sayat sembilu melihat gadis kecil di foto itu tampak hidup bahagia tanpa keberadaan ibu kandungnya.
"Dia kelihatan bahagia sekali. Ibu telah merawatnya dengan baik."
"Aku benar-benar menganggapnya sebagai darah dagingku sendiri, sebagaimana janjiku dulu padamu."
Lana mengangguk pelan. "Terima kasih."
"Kehadiran Amelia sungguh menjadi berkat bagi keluargaku. Rumah tanggaku kembali harmonis, sampai Budiman meninggal dunia akibat serangan jantung empat bulan yang lalu...."
Lana terperanjat. Mas Budi, ayah kandung Amelia. Laki-laki yang pernah mengisi relung-relung hatinya itu ternyata telah pergi untuk selama-lamanya....
"Dia meninggal dengan tenang dalamkeadaan tidur. Tidak tampak kesakitan sama sekali. Kupikir akulah yang akan berpulang duluan. Penyakitku ini sudah membuatku menderita selama setahun lebih. Dialah yang rajin menemaniku menjalani perawatan ini-itu sampai mengabaikan kesehatannya sendiri. Pernah suatu waktu aku merasakan kesakitan yang luar biasa hingga berpikir itulah saat-saat terakhirku. Aku lalu meminta maaf pada Budiman karena telah memisahkan kalian berdua. Seharusnya kalianlah yang mereguk manisnya berumah-tangga dan bersatu dengan Amelia, putri kandung kalian. Tetapi aku telah merampasnya dengan keji. Maafkan aku, Lana. Aku benar-benar telah berdosa pada kalian bertiga. Padamu, Budiman, dan Amelia...."
Ingatan Lana kembali pada peristiwa bertahun-tahun yang lalu. Ketika dirinya masih berusia dua puluh dua tahun dan bekerja sebagai sekretaris pribadi Pak Budiman, bosnya yang berusia enam belas tahun lebih tua dan sedang mengurus perceraian dengan istrinya, yaitu Bu Mia. Perkawinan mereka yang sudah berjalan sepuluh tahun lebih tidak dikaruniai keturunan.