Lihat ke Halaman Asli

Sofia Grace

Ibu Rumah Tangga

Tante Tere yang Cantik

Diperbarui: 26 Juli 2022   19:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tante Tere merupakan idola ibu-ibu wali murid di taman kanak-kanak tempat anakku bersekolah. Parasnya yang cantik, kulitnya yang putih mulus terawat, dan penampilannya yang modis tanpa cela benar-benar sedap dipandang mata. Tak seorang pun dari kami yang menyangka bahwa usianya sudah mencapai lima puluh tahun. Namun Ella, cucu tercintanya yang ditungguinya setiap hari di sekolah, memanggilnya dengan sebutan Eyang, seolah-olah menyadarkan kami bahwa memang benar adanya perempuan itu lebih senior satu generasi diatas kami.

Wanita setengah baya yang tampak awet muda itu gemar sekali bercerita. Topik yang paling disukainya adalah betapa keluarganya diberkati Sang Pencipta. Putri sulungnya sukses berkarir sebagai agen asuransi yang setiap tahun selalu menuai prestasi dan memperoleh penghargaan bepergian gratis ke luar negeri dimana sang ibunda kerap diajaknya ikut serta. Mata Tante Tere selalu berbinar-binar setiap kali bercerita tentang keindahan London, Paris, Roma, Amsterdam, dan kota-kota terkenal lainnya di Eropa yang dikunjunginya bersama putrinya itu secara cuma-cuma, dan bahkan diberi uang saku gratis oleh perusahaan tempat anak gadis kebanggaannya itu bekerja.

Selanjutnya putri kedua Tante Tere adalah seorang bankir yang sukses dan mempunyai keluarga yang bahagia. Ia memiliki sepasang anak kembar perempuan yang tumbuh sehat dan cerdas tanpa cela. Kemudian putri Tante Tere yang ketiga merupakan ibu kandung Ella, cucu kesayangan Tante Tere yang diantar dan ditungguinya setiap hari di taman kanak-kanak ini. Perempuan muda itu bekerja sebagai sekretaris di sebuah perusahaan tekstil terkemuka. Dan yang terakhir ialah putri keempat, si bungsu, berprofesi sebagai marketing inhouse di sebuah developer properti terkenal.

Setelah suaminya meninggal dunia, Tante Tere tinggal bersama kedua putrinya yang masih lajang beserta Ella dan mamanya di komplek perumahan terkenal di kota ini. Ayah Ella yang bekerja di luar pulau sesekali pulang untuk mengunjungi istri dan anaknya.

Kehidupan tante cantik itu terdengar begitu sempurna. Setiap hari ia bangun pagi untuk berdoa dan membaca kitab suci, memasak untuk keluarga, mengantar dan menunggui cucu tercintanya di sekolah sembari mengobrol ringan dengan ibu-ibu wali murid. Lalu petangnya ia bertemu dengan putri-putrinya yang penat sehabis bekerja, namun masih menyempatkan diri untuk berbincang-bincang penuh kasih dengan ibu mereka. Setiap akhir pekan tak lupa perempuan itu diajak anak-anaknya berjalan-jalan ke mal untuk membeli pakaian, sepatu, tas, dan lain-lain yang diinginkannya. Tak ketinggalan pula mereka bersantap bersama di sebuah restoran mahal ataupun kafe yang sedang hits. Disamping itu beberapa kali dalam seminggu Tante Tere juga ditemani pergi ke tempat ibadah untuk mengikuti aktivitas keagamaan dan kegiatan sosial.

Setiap orang yang mendengarkan kisah hidup si tante cantik seringkali merasa kagum dengan cara hidupnya yang begitu seimbang antara dunia dan akhirat. Aku dan sesama ibu-ibu di sekolah selalu dinasihati agar rajin berdoa, beribadah, dan melakukan kegiatan sosial. Semuanya itu demi menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan supaya kehidupan kami lebih diberkati.

***

Pada suatu hari ada seorang lelaki tua berambut putih, berkacamata hitam tebal, berpakaian lusuh, dan bersepatu kusam muncul di sekolah. Ia duduk di bangku yang terletak persis di hadapan bangku tempat diriku dan Tante Tere sedang duduk dan asyik berbincang-bincang. Entah kenapa seketika wanita yang duduk di sampingku itu terdiam. Dengan sorot mata sinis ditatapnya pria tua itu dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Aku terkesima melihat sikapnya yang seperti menghina penampilan orang yang baru datang itu.

Lalu orang itu tersenyum kepadaku dan bertanya dengan sopan, "Tolong tanya, apakah cucu saya Vita sudah pulang sekolah?"

"Belum, Om. Sepuluh menit lagi baru pulang. Vita kebetulan sekelas dengan anak saya, Nisa," jawabku ramah.

Kakek Vita menghela napas lega. Dia berkata untung belum terlambat menjemput cucu perempuannya itu. Mama Vita tiba-tiba ada keperluan mendadak dan terpaksa meminta bantuan ayahnya itu untuk menjemput anaknya pulang sekolah. Kami berdua lalu terhanyut dalam obrolan tentang anak-anak hingga tak terasa bel tanda pulang sekolah berbunyi. Si kakek kemudian berpamitan kepadaku dan mengajak cucunya pulang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline