Lihat ke Halaman Asli

Sofia Akmalunnisa

Mahasiswa Universitas Airlangga

Mengkritik Kebijakan Calon Presiden dengan Sastra, Bolehkah?

Diperbarui: 11 Februari 2024   17:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sastrawan semakin gencar untuk mengeluarkan karyanya, namun seakan keadaan politik yang mengharuskan mereka untuk menutup mulut. Sudah banyak sastrawan yang terperangkap di penjara akibat karyanya yang terlalu frontal mengkritisi politik pemerintah pada saat itu. Lantas bagaimana sastra dapat menjadi media untuk mengkritik kebijakan calon presiden di tengah politik yang semakin memanas? 

Sebagaimana fungsi sastra menurut Lubis (1997) menyatakan bahwa sastra sejatinya dapat berperan dalam proses perubahan karakter maupun pola hidup masyarakat. Dari pandangan Lubis tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sastra kemudian dapat mengkritik suatu fenomena yang tengah terjadi pada masyarakat di saat itu. Kemudian menurut pandangan Suhardi (2011) bahwasanya pengarang atau penulis dapat melakukan suatu tindakan untuk dapat memperbaiki suatu keadaan yakni melalui kritik sosial yang diciptakan lewat karyanya.

Sastra pada dasarnya mengajarkan manusia untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang indah, benar dan halus, sehingga dimaksudkan menggunakan sastra sebagai alat mengkritik yang paling ampuh walau banyak yang dibungkam hanya karena sebuah karya, contoh nyata penyanyi legendaris yang selalu dirindukan karyanya, Iwan Fals, beliau mendapat teror dan kecaman karena karyanya dinilai frontal, kemudian karyanya dicekal. 

Musisi banyak yang menciptakan karyanya dinilai "galak" terhadap pemerintah atau kebijakan presiden atau mungkin calon presiden, seperti penggalan karya dibawah ini

"Jelas kalau kami marah.

 Kamu dipercaya susah.

 Pantas kalau kami resah. 

Sebab argumenmu payah," merupakan penggalan dari Mosi Tidak Percaya - Efek Rumah Kaca dan masih banyak lagi musisi yang dicekal hingga tak diperbolehkan membuat karya kembali.

Sumber Kutipan

Lubis, Mochtar. (1997). Sastra dan Tekniknya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Suhardi. (2011). Sastra Kita, Kritik, dan Lokalitas. Depok : Komodo Books.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline