Lihat ke Halaman Asli

Sofia Akmalunnisa

Mahasiswa Universitas Airlangga

Memahami Quarter Life Crisis dari akarnya

Diperbarui: 11 Februari 2024   13:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

 Usia 18-31 adalah awal manusia merasakan kebebasan berekspresi, mempelajari hal baru yang menurut mereka menantang, pengalaman baru dan hal yang lebih seru. Namun, bagaimana ketika di usia tersebut seseorang tengah berada di bawah tekanan? Bahkan tekanan yang datang pun tak jarang berasal dari orang-orang terdekat. Dari hal terkecil pun pada akhirnya dapat berdampak buruk pada seseorang. Mulai dari merubah pola pikirnya, merubah pola kebiasaannya atau bahkan merubah hal yang belum pernah di rubah sebelumnya. Maka dari sinilah kita mulai mengenal "Quarter Life Crisis". Rasa cemas, bingung, takut, dan sedih akibat permasalahan karir, percintaan, keuangan, relasi dan tujuan hidup disebut quarter life crisis. Menurut Dr. Oliver Robinson, seorang Psikologi dari University of Greenwich London, periode peralihan dari masa remaja ke kehidupan dewasa, yaitu pada dekade ketiga (umur ke 25-35 tahun), merupakan waktu yang rentan terserang quarter life crisis. Pendapat lain tentang fase Quarter Life Crisis di kalangan milenial, yaitu kisaran umur antara 20-30 tahun Seseorang yang mengalami Quarter Life Crisis merasa tidak memiliki kesesuaian atau merasa hidupnya tidak bernilai, hal inilah yang saat ini dirasakan oleh kaum milenial. Penyebab muda-mudi milenial rentan merasakan Quarter Life Crisis yang sering terjadi antara lain

1. Hilangnya kepercayaan diri

Hal ini sering terjadi di kalangan muda-mudi yang seringkali membandingkan perjalanan karir, relasi, dan urusan asmara hingga menyebabkan seseorang kian ragu untuk selangkah lebih maju

2. Motivasi yang semakin menurun 

Jika umumnya muda-mudi memiliki semangat yang tinggi mengejar cita-cita karena motivasinya yang kuat, maka untuk kali ini muda-mudi merasakan motivasinya yang kian menurun, membuat mereka bimbang di tengah keputusan yang mereka ambil hingga harus mengubah langkah untuk selangkah lebih baik

3. Tekanan dari masyarakat atau orang terdekat

"kapan wisuda?" "masih nyusun skripsi?" "mana pacarnya?" pertanyaan yang kerap dilontarkan sebagian masyarakat yang diperuntukkan muda-mudi yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah ataupun dunia kerja. Hal ini kemudian memicu rasa jengkel hingga membuat tak nyaman sampai mereka harus merubah sikap dan jalan hidupnya sebagai anak muda yang baru saja mencicipi dunia legal

Lantas, bagaimana solusinya?

  • Menghilangkan keraguan dalam diri untuk mengambil aksi setelah melakukan keputusan secara berani
  • Konsisten terhadap apa yang diambil agar tidak salah arah dan lurus akan tujuan
  • Meningkatkan motivasi meraih tujuan dengan mempertimbangkan baik buruk terhadap suatu hal tanpa membandingkan perjalanan hidup orang lain dengan diri sendiri



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline