Hal kecil yang kita anggap biasa saja ternyata memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah bermain. Kita biasa menganggap bermain identik dengan anak usia dini yang memiliki tujuan untuk bersenang-senang atau sekedar seru-seruan saja. Anggapan tersebut memanglah benar adanya namun, dibalik hanya untuk sekedar bersenang-senang, ternyata bermain memiliki peran penting dalam semua aspek perkembangan, baik motorik, kognitif, sosial, dan lain sebagainya.
Saking pentingnya bermain bagi anak-anak, Komisi tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (1989) telah memperkenalkan bahwa bermain adalah hak setiap anak. Namun, seperti yang dikatakan Ginsburg dkk., hal yang sangat disayangkan sekarang ini adalah tren untuk TK seharian penuh. Menurut mereka hal tersebut sebenarnya mengurangi waktu anak untuk bermain bebas.
Selain tren TK seharian penuh, hal lain yang juga ikut-ikutan berkontribusi dalam membatasi waktu bermain anak adalah orang tua yang selalu over protective. Terkadang, dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan orang tua yang seperti itu. Tanpa disadari, hal tersebut justru akan mengurangi waktu anak untuk bebas bereksplorasi ketika bermain.
Terlepas dari kedua hal diatas, kita akan membahas tentang dimensi sosial dari bermain. Sebuah studi klasik di tahun 1920-an yang dilakukan oleh Mildrer B. Parten, mengidentifikasikan 6 tipe permainan anak dari yang jarang digunakan hingga yang banyak digunakan oleh masyarakat. Selain itu, dari studi tersebut juga menjelaskan ketika anak mencapai usia yang lebih tua, permainan mereka menjadi lebih bersifat sosial.
Dari 6 tipe permainan yang telah diidentifikasikan diatas diawali dengan kategori yang lebih nonsosial hingga sosial. Keenam identifikasi tersebut anatara lain perilaku kosong, perilaku pengamat, bermain mandiri sendirian, permainan paralel, permainan asosiatif, dan permainan kooperatif.
Bermain Kosong, jenis ini bisa kita lihat pada anak yang berusia dua tahun atau dibawahnya. Jika kita perhatikan dengan seksama, anak dengan tahap bermain ini, biasanya tidak ingin terlihat bermain namun, selalu memperhatikan hal-hal yang menarik baginya. Dan pada tahap ini juga, anak belum bermain dengn teman sebayanya.
Perilaku Pengamat, pada tahap ini anak dapat diibaratkan seperti suporter sepak bola, mereka tidak ikut bermain namun, ikut berkomentar.
Berbeda dengan bermain kosong yang hanya memperhatikan hal menarik, pada bagian ini anak lebih memperhatikan secara keseluruhan.
Bermain Mandiri Sendirian, seperti namanya, disini anak tidak lagi memperhatikan orang lain atau hal menarik lainnya. Anak lebih sibuk dengan mainannya sendiri dan enggan bergabung dengan yang lain. Biasanya, permainan yang dimainkan berbeda dengan anak lainnya.
Permainan Paralel, bagian ini tidaklah jauh berbeda dengan bermain mandiri sendirian, anak sibuk bermain sendiri dan tidak ingin bergabung dengan orang lain. Namun, yang berbeda adalah anak bermain dengan jenis permainan yang sama, berbeda dengan sebelumnya yang jenis permainannya berbeda dengan anak yang lain. Pada bagian pertama, kedua, ketiga, dan bagian ini, lebih bersifat bermain nonsosial dikarenakan anak tidak bergabung dengan yang lainnya.
Permainan Asosiatif, pada kategori ini, anak sudah bergabung dengan anak lainnya. Mereka mulai bermain bersama, bertukaran dan meminjamkan permainan, mengikuti orang lain, dan memainkan permain yang sama ataupun yang idententik.