Tidak pernah mendengar namamu, hanya nama ayahmu yang sering menggaung. Orang Jawa Barat sendiri pun tidak banyak yang mengenalmu, apatah lagi kami yang terbentang jarak denganmu.
Sampai kemudian kabar hilangnya anak Gubernur Ridwan Kamil pada sungai yang letaknya bermil-mil jarak dari Jawa Barat, mengabarkan siapa dirimu. Anak Kang Emil itu adalah engkau, Ril.
Tahukah kamu, Ril...!? Saat azan dikumandangkan di depan liang lahadmu, dari pelosok nun jauh di sana-tanah yang tak pernah kau pijak sekali pun-banyak orang tua yang tiba-tiba merasa engkau adalah anaknya. Membendung genangan di ujung matanya, menggetarkan doa di ujung bibirnya. Kamu bukan siapa-siapa selain hanya anak Kang Emil, Ril...! Tetapi mengapa keistimewaanmu melampaui anak seorang gubernur. Kematianmu berkafan doa dari penjuru tanah air, dari segala kalangan.
Kamu rupanya seorang aktifis sosial. Akan tetapi, jasadmu yang masih utuh setelah selama empat belas hari dalam dekapan Sungai Aare, jasadmu yang harum, serta rangkaian doa yang kau terima, menunjukkan bahwa engkau bukan sekedar aktifis sosial dan bukan pula sekadar anak seorang gubernur.
Saya berpikir kemudian merasa ada kedirianmu, yang tak dikabarkan oleh angin tak dihantarkan oleh ombak, yang membuat panggung kematianmu begitu megah. Bukan panggung dalam teori Erving Goffman, melainkan panggung hadiah dari Allah yang membuat kami harus memetik ibrah.
Wallahu a'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H