Pembangunan ekonomi yang berjalan di bidang indutrialisasi merupakan stir kendali dalam pertumbuhan ekonomi dan sebagai ladang penghasilan bagi buruh . Di Indonesia sektor industri merupakan salah satu sektor yang turut menyumbang PDB nasional dengan persentasi 27,58 persen dari total PDB pada tahun 2001-2008. Salah satu sektor industri Indonesia yang berperan dalam ekonomi nasional adalah Industri Hasil Tembakau (IHT).
Namun disisi lain keberadaan industri tembakau memberikan dilema terhadap Indonesia, pasalnya pemerintah melarang kerasa untuk merokok dengan alasan ancaman kesehatan namun disisi lain tembakau juga menyumbang pemasukan negara yang berasal dari cukai tembakau dan industri rokok memberikan lapangan pekerjaan terhadap buruh pabrik dengan menerima banyak tenaga kerja.
Tembakau menjadi salah satu komoditi terpenting di dunia dan industri ini menjadi penunjang sektor pendapatan negara termasuk Indonesia. Indonesia digadang gadang sebagai pengsupply tembakau terbesar ke dua di dunia setelah Thailand. Setiap tahunnya cukai tembakau meningkat pesat dan terbukti efektif dalam meningkatkan penerimaan negara.
Hal ini karena tembakau dan rokok adalah produk bernilai tinggi. Dalam satu kasus, Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi mengalami kemrosotan namun tidak memberikan efek apapun dalam industri rokok Indonesia, padahal jika melihat kebelakangan industri rokok di Indonesia banyak mengalami kendala yang diakibatkan dari krisis ekonomi berkepanjangan yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan tuntutan gaya hidup yang semakin meningkat. Hal ini dikarenakan produksi rokok di Indonesia tidak hanya sebagai konsumsi masyarakat saja namun juga diekspor ke mancanegara. Dan Indonesia juga masuk kedalam perdagangan bebas yaitu ASEAN Free Trade Area yang membuat sektor ekonomi non migas bertumbuh cukup pesat.
Selain sebagai penyumbang pendapatan negara, industri rokok juga mengalami peningkatan dalam segi pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan perusahaan yang semakin pesat menyebabkan terpengaruhnya tingkat struktur dan konsentrasi industri tersebut. Dengan begitu diperlukan pengorganisasian pasar yang bertujuan untuk mengidentifikasi aspek aspek seperti struktur, kerja dan perilaku pasar.
Sebagai komoditas oligopoli, pasar rokok banyak dikuasai perusahaan industri besar, yang berakibat industri besar memiliki kebebasan dalam menentukan harga tembakau sehingga menyebabkan industri rokok kecil dalam bayang bayang industri besar. Perilaku perusahaan juga berpengaruh dalam penentuan layak atau tidaknya perusahaan tersebut dalam industri.
Hal ini menciptakan kecondongan ke arah oligopoli, yang berakibat perusahaan cenderung memberi tekanan tekanan pada perusahaan lainnya dan terjadinya persaingan tidak sehat antar perusahaan. Pastinya hal ini akan menimbulkan power yang tidak seimbang dalam pasar industri yang akan berdampak buruk bagi kualitas pasar. Dengan begitu aspek ini akan mendapatkan perhatian lebih dan diindikasi dalam struktur industri apakah lebih dekat dengan persaingan ataukah dengan menopoli.
Dalam industri rokok terdapat beberapa perusahaan yang terlibat dalam sektor bursa efek Indonesia. Fakta tersebut mengungkap terdapat empat perusahaan yang tercatat, keempat perusahaan tersebut yaitu PT. Handjaya mandala sampoerna Tbk (HMSP), PT. Gudang garam Tbk (GGRM), PT. Bentoel internasional Investama Tbk (RMBA), PT. Wismilak inti Makmur (WIIM). Pertumbuhan harga saham rokok pertahunnya mengalami kecenderungan kenaikan harga dengan range 500 persen hingga 600 persen. Keempat perusahaan rokok tersebut disinyalir memberikan peluang terhadap investor untuk penanaman modal dalam perkembangan investasi asing terhadap produk olahan tembakau tanpa hambatan yang memicu industri rokok Indonesia mengarah ke pasar oligopoli.
Di Indonesia produksi industri tembakau dibagi menjadi dua jenis, rokok kretek dan rokok putih. Rokok kretek adalah ciri khas rokok tradisional Indonesia yang pembuatannya menggunakan tembakau, cengkeh, dan bahan "saus", sedangkan rokok putih merupakan rokok yang tidak mengandalkan cengkeh sebagai salah satu bahan utamanya.
Setiap tahunya produksi rokok mengalami peningkatan terutama rokok sigaret kretek mesin (SKM), daripada segret kretek tangan (SKT) hal ini menunjukan pola kecenderungan pada perubahan pola konsumsi rokok masyarakat. Pergerakan pola konsumsi rokok kemungkinan terpengaruh dari iklan iklan yang diberikan oleh perusahaan besar, masyarakat terpengaruh bahwasanya dalam SKM kandungan nikotin dan tarnya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan SKT.
Pola ini membuat permintaan rokok tiap tahunnya mengalami kenaikan terus menerus beriringan dengan pertambahan jumlah penduduk. Dengan meningkatnya jumlah permintaan rokok, negara terpaksa melakukan impor dengan alasan produksi dalam negeri tidak sanggup mencukupi kebutuhan industri. Setiap tahunnya Impor tembakau di Indonesia melambung tinggi karena masuknya investasi asing ke dalam industri rokok Indonesia. Kenaikan impor tembakau yang terus saja terjadi mengakibatkan banyak pihak memperkirakan bahwa impor tembakau Indonesia akan terus meningkat di masa depan, pada tahun 2020 impor tembakau meningkat sebesar 3 persen yang jika dirata rata sebesar 72,7 ton tembakau.