DikToko
(Soetiyastoko)
Di tengah hamparan bunga beraneka warna di Taman Bunga Nusantara, ada ornamen dua burung kembar yang amat tinggi dan besar. Terbuat dari rangka besi yang disembunyikan daun daun tanaman hias yang tumbuh dalam pot di sekujur rangkanya.
Terlihat anggun dan indah, berdiri kokoh sebagai landmark kawasan taman wisata ini.
Enam sosok duduk di salah satu gazebo kayu, menghadap kebun mawar yang sedang mekar. Udara Cipanas terasa semakin menusuk, membuat semua orang mengencangkan jaket mereka.
Dari kejauhan, terdengar suara gemericik air mancur lembut. Bunyi air berjatuhan dari umpak-umpakan tangga air. Menyatu dengan keharuman bunga melati yang terbawa angin.
"Masih inget gak, dulu pas kita ke sini buat study tour?" Fetty membuka percakapan sambil mengusap tangannya yang mulai dingin. "Waktu itu kita tuh sok-sokan ngerti bunga, padahal tujuannya cuma mau ngecengin anak SMA lain."
Jamal tertawa. "Gue sih inget banget. Niat banget tuh pake kamera, padahal ujung-ujungnya yang diambil foto temen sendiri semua."
Myrna menepuk pundak Jamal sambil tersenyum. "Nah, itu. Kalo sekarang, kita ke sini buat foto bunga beneran."
"Dan sambil ngeluh soal umur," tambah Susan yang duduk di sudut, menghadap kebun tulip. "Bener kan, Fet? Udara ini bukannya makin dingin, tapi kita yang makin tua. Haa ha haaa ..."
Percakapan mereka terhenti sejenak saat Rynda muncul dengan segelas kopi hangat dari kafe dekat pintu masuk taman. Seraya berucap, "Ngomong-ngomong soal tua, aku belakangan sering denger nih, Indonesia disebut sebagai negara 'fatherless'. Menurut kalian gimana?"