Lihat ke Halaman Asli

Soetiyastoko

☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Cerpen | Tragedi bisi

Diperbarui: 3 September 2024   22:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.pri

Cerpen  |  *Tragedi Ambisi*

DikToko
(Soetiyastoko)

Perjalanan dari pusat kota ke perumahan baru di pinggiran memakan waktu lama. Apalagi jika naik angkot. Sebentar berhenti, sebentar maju, sering kali harus ngetem.
Penumpang di dalam angkot pun jadi gelisah. Mereka tak sabar menunggu kapan angkot akan berangkat.

Namun, itu sudah biasa. Sopir tak bisa dipaksa berangkat segera. Mereka sadar, jika penumpang tidak penuh, hasilnya tak akan cukup untuk menutup biaya bensin dan oli. Tak ada sisa untuk dibawa pulang.

Hari itu pun sama. Angkot hanya berisi tiga penumpang. Sopirnya tampak tinggi besar, wajahnya keras dengan bekas luka di sana-sini. Tampak beringas.


Heri, yang sudah naik sejak terminal awal, dalam hati menyebutnya, beringas.

Heri berbeda dari penumpang lain. Ia tenang, tak gelisah. Heri paham, sopir harus ngetem menunggu penumpang tambahan. Kalau bisa, sampai betul-betul penuh.

Di titik itulah biasanya angkot-angkot memutar balik ke kota. Alasannya sederhana, melanjutkan perjalanan dengan satu atau dua penumpang saja akan merugi di bensin. Penumpang pun dipindahkan ke angkot lain yang sedang ngetem di situ.

Dua angkot sudah memutar balik. Penumpangnya pindah duduk di sebelah Heri. Mungkin perlu dua atau tiga angkot lagi sebelum penuh.

Akhirnya, angkot pun penuh. Sopir segera mengemudikan kendaraan tanpa banyak bicara. Perjalanan berlanjut. Perlu enam hingga tujuh kilometer lagi menuju terminal terakhir.

Namun, malang tak bisa dihindari. Tiba-tiba, ban depan kiri angkot meletus. Beruntung, jalan sedang sepi dan kendaraan berjalan pelan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline