Lihat ke Halaman Asli

Soetiyastoko

☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Cerpen | P U L A N G

Diperbarui: 3 September 2024   01:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen   |  P U L A N G


Disadur & diperkaya dari postingan  GWA Pensiunan

DikToko
(Soetiyastoko)

Aku tak mengerti alasan logisnya, mengapa kami harus kuliah di kota lain, padahal di kota kami banyak perguruan tinggi yang hebat. Banyak pula anak muda dari kota lain yang kuliah dikota kami. Termasuk yang dari berbagai kota  di luar Pulau Jawa.

Aku paham merantau itu butuh biaya besar dan berkesinbungan.

Tapi, Bapak dan Ibu kami tak berkeberatan. 

Kami tahu demi membiayai kuliah kami di Rantau, mereka harus ekstra banting tulang. Tak cuma berjualan di pasar,  kalau hanya itu, pasti tidak cukup.

Pesan mereka, "Belajarlah dengan sungguh-sungguh, mumpung Ibu dan Bapak masih bisa ...."

Ada yang selalu ditanyakan bapak , terutama ibu lewat surat, menjelang akhir Ramadhan kepada kami, "Kapan pulang?"

Kami, kakak-beradik 6 orang,  hanya seorang yang tidak merantau. Lainnya mencari ilmu ke Bandung.

Aku rindu, teh ginastel---teh manis, panas, dan kental--- terbayang-bayang nikmatnya.
Ibu setiap pagi, selalu menyediakan di meja makan .

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline