Cerpen | Diam di Balik Derap Langkahnya
DikToko
(Soetiyastoko)
Di sebuah gedung di pusat kota, terdengar langkah-langkah ringan menuruni tangga kantor, menuju gedung parkir.
Mesin mobil itu kini hidup, nyaris tak bersuara. Segera kaki terbungkus sepatu indah itu menjejak pedal gas mobil, menuju rumah.
Dinni, seorang wanita berusia akhir tiga puluhan dengan wajah yang menyiratkan kelelahan yang tertutup rapi oleh senyum lembut, menutup pintu garasi dengan langkah cepat. Nafasnya lega sampai di rumah, setelah menempuh kemacetan lalu lintas. Sebuah perjalanan pulang yang cukup lama.
Sebagai National Sales Manager di sebuah perusahaan besar, hari-harinya dipenuhi dengan rapat, target, dan strategi pemasaran. Beijing anak buah, memantau perkembangan penjualan setiap cabang. Namun, sesampainya di rumah, pekerjaannya sebagai istri dan ibu belumlah usai.
"Mas Doddy, kamu sudah pulang duluan?" sapa Dinni kepada suaminya, Doddy, yang tampak santai di sofa dengan ponsel di tangannya.
Doddy mengangkat pandangannya sekilas, "Iya, tadi nggak terlalu banyak kerjaan. Tapi capek banget rasanya."
Dinni hanya tersenyum tipis. Dia tak punya waktu untuk beristirahat, meski tubuhnya juga lelah. Ia langsung menuju dapur, membuka kulkas, dan mengeluarkan bahan-bahan untuk makan malam. Dengan cekatan, ia mulai mencuci sayuran dan menyiapkan bumbu-bumbu.
Suara pisau yang beradu dengan talenan terdengar berirama, mengiringi pikirannya yang melayang pada segala tugas yang harus diselesaikan malam itu.
Sementara itu, Doddy masih asyik dengan ponselnya, kadang-kadang tertawa kecil saat membaca sesuatu di layar. Anak-anak mereka, Rina dan Rio, masing-masing terbaring di depan televisi, sibuk dengan tontonan favorit mereka, sama sekali tidak menghiraukan ibunya yang bekerja di dapur.
"Mas Doddy," Dinni tiba-tiba memanggil, suaranya pelan namun tegas, "Tolong ambilin pakaian di jemuran, sudah kering tadi siang."