Cerpen | Kalimat-Kalimat Ayah
Soetiyastoko
Sungguh, di jelang senja itu beda dengan biasanya, aku tak ingin berdebat dengannya. Kalimat-kalimat ayah kuresapi
Mata-nya mencari keraguan di wajah-ku, di gerak tubuh-ku dan di cara duduk-ku.
Telapak tangannya yang kurus-keriput genggam erat tangan-ku
Dia lanjutkan kalimat-nya,
"Segala sesuatu selain Allah itu hanya permainan bekaka dan itu bersifat penipuan. Mengecoh koridor hidup yang ditetapkan-Nya"
Genggaman tangan-nya terasa dikendurkan. Ku-usap keringat di dahi-nya.
"Abang, anak-ku, ada orang yang tak percaya, ... Ada orang yang saleh, yaitu yang mengembara,
menuju ridho-Nya, berkehendak hanya kepada Allah
Mereka telah mendapat petunjuk, dengan cahaya-penerang kalbu" , nafas-nya terdengar teratur.
"Mereka ber-ibadah, ikuti yang diperintahkan-Nya" , ayah terdiam beberapa saat, matanya seperti mencari sesuatu di langit-langit kamar.
"Semua itu, merupakan amalan
untuk bergegas, taqarrub -mendekat kepada Allah, kamu tahu yang seperti itu 'kan, Bang, ... ?" , kalimat pertanyaan yang tak butuh kujawab. Kuperbaiki posisi bantalnya, dari gerak tubuhnya ayah yang terlentang, ingin memiringkan badannya. Kubantu, telapak tangan kiri-ku kurekatkan ke punggungnya. Kutarik pelan-pelan, hingga menghadap ke kiri. Ke-arah-ku duduk.
"Bang, pindahkan gulingnya ke-sela dengkul ayah, ..." , kuturuti perintahnya, ... Tangannya kembali menggenggam tanganku.
" Bang, ... tak banyak yang beruntung punya determinasi kuat terhadap tujuan hidupnya, ... Sibuk urusan kekuasaan dan harta, mereka merasa sudah di jalan yang benar, ... Sedang orang-orang yang benar-benar telah sampai, di haribaan Allah, ..." , nafasnya tersengal setelah terbatuk, .... Lalu diteruskan :
"Mereka ditarik oleh nur-cahaya petunjuk, yang langsung dari Allah, ..." , kuusap lagi keringat di dahi ayah. Terlihat kernyit seperti menyembunyikan rasa sakit.