Puisi | Dia Orang Baik
Soetiyastoko
Dalam canda-pun
dikau serius,
tak beda
kala membantu yang membutuhkan
atau
saat kerjakan tugas kantor-mu
Itu kudengar
dari
sahabat dan rekan-mu
ketika
cangkul-cangkul
mengurug
dan
kaki-kaki menari padatkan kubur-mu
Saat nisan ditancapkan,
sahabat-mu
gamit-tangan-ku :
"Penyesalannya, penyesalan kami juga, mendalam dan sama.
Habiskan waktu produktif mengabdi di lembaga riba, hingga pensiun, ..."
Kudengar lagi dari sahabat-mu yang lain,
tadi
dia turunkan jenazah-mu
dari keranda
keliang kubur,
"Kami sering bersisian dengarkan khotbah jumat, di Masjid darurat di parkiran basement kantor lembaga, ....
Riba, tak pernah diulas disana, ...."
Kalimat itu tersendat isak-tangis yang ditahan
Mencoba kuat
Dosa
dosa
dosa riba
yang tak terperi
telah diminta diampunkan,
pun
tobatan nasuha
telah dilakukan.
(Semula disangkanya, hanya pemberi dan penerima pinjaman berbunga saja yang terkena dosa riba. Ternyata, semua yang menerima upah-gaji dari hasil riba, mendapat ganjaran dosa yang sama. Berkali-kali lipat dosa zinah dengan ibu kandung. Dosa itu rata, mulai pesuruh kantor, tukang sapu, sopir, hingga komisaris. Lalu bagaimana dengan isi amplop tebal yang diterima pembicara di mimbar mulia itu ?)