Beberapa hari lalu dalam sebuah tugas, saya ke kampung Taburi Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan, dan bertemu dua gadis cantik Martha dan Sapura (*sebut saja begitu) berseragam sekolah di pinggir jalan tembus Kais. Dua gadis tersebut pulang sekolah lebih awal karena guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ditempatnya bersekolah tidak datang siang itu.
Sudah dimaklumi warga kampung juga anak-anak kalau guru tak ada maka anak-anak tak hadir disekolah. Belum lagi ruangan kelas yang gelap tanpa ventilasi menambah sempurna kegelapan dihati anak-anak itu.
Sorong Selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat hasil pemekaran berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2002 dengan ibukota Teminabuan. Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan sendiri terdiri dari 15 Distrik termasuk yaitu Teminabuan, Wayer, Konda, Seremuk, Saifi, Fkour, Sawiat, Inanwatan, Matemani, Kais, Kokoda, Kokoda Utara, Kais Darat dan Salkma, ditambah dua distrik persiapan yakni Skak dan Seremuk Kna.
Distrik Kais yang lokasinya di tepi pantai dan sungai, saat ini minim dengan fasilitas infrastruktur maupun pendidikan. Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Negeri ada di dusun Taburi ditambah dengan satu Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK swasta jurusan komputer. Bangunan memang ada tetapi barangkali perlu mengisi kualitasnya disana. Artinya model belajar yang fleksible dan lokal spesifik perlu dikembangkan.
Bahkan Martha dan Sapura yang bercita-cita menjadi perawat dan guru tersebut harus menyimpan pertanyaannya dan keinginannya setiap melewati rumah Pusat Layanan Internet Kecamatan yang lokasinya dekat SMP Negeri Taburi. Pertanyaan anak-anak: “untuk apa bangunan dengan dua parabola itu disana”.
Menurut informasi warga, program dari pemerintah waktu itu bertujuan mendorong masyarakat "melek" informasi melalui jaringan internet. “Listriknya tidak ada, kabel copot-copot, rumahnya tertutup terus, internet mati, jadinya kalau mati kan bau” demikian kata anak-anak itu sambil tertawa.
Listrik belum masuk Kais, sehingga warga mengandalkan genset pribadi. Beberapa rumah genset bantuan pemerintah menganga tanpa genset. Demikian pula bangunan-bangunan lainnya milik pemerintah nyaris seperti tak bernyawa.
Boleh jadi kehadiran pabrik sagu BUMN Perhutani di Distrik Kais Sorong Selatan yang dibangun sejak 2012 sangat dinanti-nanti 300 KK Kais tersebut. Pabrik yang dipastikan Perhutani beroperasi pada 2016, selain akan menyerap tenaga kerja lokal, sekaligus menggerakkan ekonomi persaguan dengan 400 tenaga kerja di hutan sagu setiap harinya. Belum lagi kebutuhan bahan pangan, transportasi, perumahan, dan kegiatan pendukungnya akan mendorong efek domino perkembangan wilayah. Manfaat yang akan dipetik warga sudah diambang pintu.
Soal listrik misalnya, genset dari proyek pembangunan pabrik bisa dikembangkan lebih luas ke desa. Sekarang saja beberapa guru-guru praktek di SMP Kais yang berasal dari luar daerah merasa terbantu dengan adanya saluran internet di area pabrik sagu tersebut. Mereka mengaku sering datang ke pabrik sagu Perhutani untuk menumpang sambungan internet. Tadinya mereka berpikir layanan internet kecamatan itu ada, tetapi nyatanya matisuri. Kehadiran pabrik sagu milik Perhutani yang notabene perusahaan negara ini bisa saja direpresentasikan sebagai kehadiran Negara di pinggiran nusantara. Bukan hal mustahil Presiden bisa hadir ke pelosok Sorong Selatan ini suatu saat. (Soe/2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H