Dampak asap akibat kebakaran lahan di beberapa propinsi di Indonesia semakin memprihatinkan. Periode 1 Juli hingga 23 Oktober 2015, jumlah penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mencapai lebih 503.000 orang di enam provinsi terdampak asap. Jumlah penderita di masing-masing provinsi adalah 80.263 jiwa di Riau, 129.229 jiwa di Jambi, 101.333 jiwa di Sumatera Selatan, 43.477 jiwa di Kalimantan Barat, 52.142 jiwa di Kalimantan Tengah dan 97.430 jiwa di Kalimantan Selatan (www.kompas.com)
Ribuan keluarga buruh yang tinggal di dalam perumahan-perumahan perkebunan sawit di Kalteng tentunya juga terkena dampak asap, yang mungkin bukan berasal dari perusahaan mereka bekerja. Perusahaan-perusahaan perkebunan sawit misalnya yang telah berstandar sustainability mandatory ISPO atau voluntary RSPO umumnya menerapkan aturan zero burning policy. Jadi kemungkinan mereka membakar kecil sekali, karena resiko sanksi perijinan, sanksi audit tahunan dan sanksi ekonomi produknya tidak laku dijual alias blacklist pasar nasional maupun internasional.
Bencana asap juga melumpuhkan jalur-jalur penerbangan di beberapa kota. Bahkan asap juga melanglang buana sampai ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Philipina. Kualitas udara di negara tersebut dikabarkan juga turun.
Bagi mereka yang tidak langsung berada di lokasi pekatnya asap, mungkin tidak merasakan pedihnya mata, sesaknya bernafas bahkan pusing kepala akibat dehidrasi kurang cairan.
Upaya dilakukan Pemerintah dengan penindakan pihak yang dianggap pelaku pembakaran, minta bantuan pemadaman oleh Negara lain, membuka Rumah Sakit dan Puskesmas2 duapuluh empat jam, pemadaman api dengan melibatkan personel TNI, Polri dan petugas pemadam kebakaran. Pemerintah juga mengerahkan sejumlah helikopter untuk melakukan pemadaman lewat udara.
Presiden Jokowi (24/11/2015) bahkan melihat langsung lokasi kebakaran lahan gambut di Desa Henda, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Jokowi juga mendatangi titik api di Desa Guntung Damar, Banjar Baru dan Sambang Lihung, di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Presiden mengeluarkan instruksi agar segera dibangun kanal guna menghambat penyebaran api.
“Andai saja bapak Presiden, Menteri dan semua pejabat pusat berada di Kalteng pada saat yang sama, tidak usah lama-lama deh, seminggu saja, pasti api bisa dipadamkan. Soalnya waktu itu begitu Bapak Presiden pergi, langsung semua pergi, bubar orang-orang, lapangan sepi lagi, tinggal kami-kami ini tetap bengek” demikian kata Yanto sopir dari Parenggean Kalteng.
“Asma ibu kambuh, kami tidak sekolah, tidak ada yang antar” begitu suara keponakan dengan memelas dari Duri, Riau saat menelepon. Membuat kami semua prihatin.
Kebakaran lahan gambut beda dengan kebakaran biasa. Kebakaran gambut bisa menyebar karena tiupan angin atau karena pemadam kebakaran bekerja tidak benar. Dua hal itu dapat menyebabkan setiap bara api yang menyebar akan menjadi sumber-sumber kebakaran baru. Dengan kondisi ini maka cara-cara konvensional sulit diandalkan. Teknik pemadaman api yang efektif adalah mengerahkan pesawat bomber kapasitas 12 ton air secara terus menerus pada lokasi kebakaran atau turunnya hujan dari langit.
Hujanpun akan sulit turun kalau sinar matahari terhalang asap, sehingga partikel-partikel pembentuk awan hujan selalu gagal.
Ditengah riuhnya saling tuding, kritak-kritik UU, Perda atau aturan apapun kalau kondisinya sudah seperti sekarang ini rasanya kurang membantu. Komentator menjadi makin laris bicara di TV-TV. Pesan-pesan diseputar group WhatsApp (WA) untuk menaruh air garam dalam baskom dan macam-macam pesan lainnya, hanya sebatas bacaan dalam group WA, bukan menjadi gerakan massif.