Lihat ke Halaman Asli

Surya Rianto

Blogger, Jurnalis Ekonomi, Pecinta Badminton, dan Anime

Startup Besar Indonesia Masih Malu Buka-bukaan

Diperbarui: 14 Juni 2019   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Beberapa Investor ritel Indonesia menantikan perusahaan rintisan yang berstatus Unicorn sampai Decacorn untuk melantai di Bursa Efek Indonesia. Mereka tergiur dengan prospek bisnis dari perusahaan rintisan digital itu serta ingin merasakan cuan segarnya.

Mimpi itu semakin membubung setelah Uber Inc. melantai di Wall Street pada Mei 2019. Pembahasan Gojek, Traveloka, Bukalapak, dan Tokopedia untuk melakukan penawaran harga saham perdana atau initial public offering (IPO) kembali mencuat.

Namun, mimpi itu tampaknya masih jauh, perusahaan rintisan Indonesia tampak masih enggan buka-bukaan di publik. Pada awal tahun ini, Presiden dan Co-Founder Bukalapak Fajrin Rasyid mengungkapkan pihaknya belum berencana melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Alasannya, mereka belum mau memenuhi kewajiban jika go public seperti, publikasi data dan sebagainya. Mereka khawatir keterbukaan informasi itu membuat rencana strategis dan inovasi bocor sehingga bisa dilirik pesaing.

Lalu, Gojek yang sudah menjadi Decacorn tampaknya masih jauh dari rencana IPO. Persaingan panas dengan Grab di Asean bisa jadi yang membuat perusahaan bernilai US$10 miliar itu enggan buka-bukaan ke publik. Apalagi, Grab juga masih berstatus perusahaan tertutup.

Berbeda kondisi dengan Asean, Investment Bank di Amerika Serikat (AS) sedang gencar mengajak perusahaan rintisan bervaluasi besar untuk IPO. Bahkan, Investment Bank itu juga mengajak perusahaan rintisan raksasa dari China untuk melantai di Wall Street.

Strateginya, Investment Bank itu menawarkan dana segar lewat pinjaman sindikasi kepada perusahaan rintisan tersebut. Setelah itu, mereka akan merayu debiturnya untuk melantai di bursa.

Hasilnya sudah terlihat pada Uber dan Dropbox. Sebelum IPO pada Mei 2019, Uber telah mendapatkan pinjaman bank senilai US$1,1 miliar setahun sebelumnya.

Begitu juga dengan Dropbox yang go public pada 2018. Perusahaan penyimpanan awan itu mendapatkan pinjaman US$600 juta pada 2017 sebelum akhirnya melantai di bursa.

Nah, beberapa perusahaan rintisan besar asal China sudah mulai proses pinjaman dengan Investment Bank di AS seperti, Morgan Stanley, Goldman Sachs, sampai Credit Suisse.

Perusahaan rintisan dengan valuasi terbesar di dunia Bytedance, pemilik TikTok, sudah tanda tangan pinjaman senilai US$1,33 miliar dengan 8 bank, termasuk Morgan Stanley dan Goldman Sachs pada April 2019.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline