Pernah melihat selebaran yang menawarkan harga gawai murah meriah harga mulai Rp100.000-an, tetapi harus lewat cicilan kartu kredit dengan iming-iming bunga 0%. Lalu, harga Rp100.000-an itu adalah cicilan per bulannya untuk produk paling murah.
Di sini, saya merasa dipaksa untuk berutang lewat kartu kredit demi bisa menjangkau gawai yang mungkin belum tentu saya butuhkan.
Tak hanya itu, iming-iming bunga 0% menjadi daya tarik transaksi dengan kartu kredit, tetapi hingga saat ini banyak penawaran dengan embel-embel bonus kartu kredit selalu saya tolak. Para marketing itu pun sudah menawarkan administrasi gratis selama 'setahun', tetapi belum mampu menggoda saya untuk memiliki kartu ajaib tersebut.
Apa alasannya? sederhana saja, saya belum membutuhkannya karena jarang pelesiran ke luar negeri maupun belanja barang yang banyak dan mahal. Meskipun begitu, saya menyadari peran kartu kredit sebagai alat pembayaran memang cukup berguna.
Namun, di balik fungsi besar kartu kredit dalam sistem pembayaran, banyak kisah kartu kredit lainnya loh. Dari mendapatkan modal bisnis dari pinjaman kartu kredit sampai harus bangkrut gara-gara terlalu kompulsif berbelanja dengan kartu kredit.
Saya pun memposting ulang kisahnya dari Suryarianto.id , perbedaannya, di blog itu saya menempatkan beberapa grafik dinamis untuk data pendukung seperti, volume dan nominal transaksi kartu kredit menurut penggunaannya sejak 2009-2018 sampai rasio kredit bermasalah kartu kredit dari 2012-2018.
Berikut kompilasi kisahnya :
Seorang teman bercerita, dengan menjadi pegawai dan tidak memanfaatkan kartu kredit, bakal sulit menjadi orang kaya. Dia pun mengungkapkan rahasia sukses koleganya dengan menggunakan kartu kredit.
"Kalau beli rumah, bisa lewat kartu kredit aja. Enggak perlu KPR yang berpuluh-puluh tahun," ujarnya.
Dia melanjutkan, nanti kalau harga rumahnya sudah naik, langsung dijual dan bisa untung berkali-kali lipat.