Siang hari itu kami sedang belajar pelajaran ekonomi. Saya salah satu murid yang paling bodoh dalam pelajaran ekonomi. Apalagi pelajaran matematika, saya menyerah, sebab tentang hitung-menghitung saya kalah besar. Tapi kalau saya disuruh mengarang cerita, puisidan lagu. Entah itu mau berapa banyak cerita, puisi dan lagu, saya akan selalu katakan YA! Saya Siapa!. Siapa saja akan sepakat bahwa setiap manusia memiliki kelebihan masing-masing. Dari kelebihan yang berbeda-beda itu, Tuhan kemudian meminta agar manusia satu dengan yang lain saling menghargai dan tolong-menolong. Dan pelajaran yang paling saya senangi adalah pelajaran bahasa indonesia. Saya sangat mencintai pelajaran bahasa indonesia.
Tapi saya sedih sekali. Waktu saya naik kelas dua SMA, di sekolah saya jurusan bahasa dihapuskan. Alasan yang saya ketahui dari teman-teman, bahwa jurusan bahasa, tidak hanya sedikit peminatnya. Ini kan menyedihkan sekali. Kemudian sekolah saya membuka jurusan baru, jurusan agama. Agama kok di jadikan jurusan? Baguslah kalau jurusan agama itu dibuka untuk melawan kezaliman yang merajalela di dunia ini. Tetapi sayang seribu sayang, di buka jurusan agama hanya untuk mencari nilai semata. Nilai apa? Nilai yang berangka tinggi. Saya sekolah di sekolah Kebaikan, tetapi setelah lulus dari sekolah Kebaikan baru saya merasa bebas dan merdeka.
Baiklah, sekarang saya tidak lagi membicarakan tentang sekolah saya. Soalnya kalau lama-lama saya bicara tentang sekolah saya, saya merasa mual dan ingin muntah. Maka dengarkan saya lagi, sebab saya akan membicarakan sesuai judul tulisan saya kali ini, BEASISWA MISKIN UNTUK SIAPA? Kalau kita perhatikan kalimat tersebut, tentu kita sudah mengetahui bahwa beasiswa miskin itu untuk orang-orang miskin, atau bahasa santunnya, orang-orang yang kurang mampuh. Kira-kira begitu. Tapi benarkah sudah beasiswa miskin untuk orang-orang miskin atau dimiskinkan? Saya masih ragu. Kemudian saya bertanya-tanya:
Beasiswa miskin untuk siapa?
Beasiswa miskin untuk siapa?
Beasiswa miskin untuk siapa?
Saya bertanya dalam hati sepanjang hari-hari... Tapi hanya dalam hati.
Lama-lama, kemudian saya baru menemukan jawabannya. Ya! Jawaban tentang beasiswa miskin untuk siapa? Waktu itu saya bertanya kepada wakil kepala sekolah saya sendiri. Sebelum saya bertanya padanya, saya sudah yakin bahwa jawabannya pasti! Beasiswa miskin itu untuk orang miskin. Dan pada akhirnya keyakinan saya itu terbukti dan saya kecewa dengan wakil kepala sekolah saya. Lalu saya menemui wali kelas saya. Saya bertanya sama seperti yang saya tanyakan dengan wakil kepala sekolah. Jawaban yang saya dapatkan dari wali kelas saya, sedikit ada tambahan. Katanya, beasiswa miskin itu untuk orang miskin, dan tidak hanya ada beasiswa miskin, ada banyak beasiswa yang diberikan kepada siswa-siswi yang sekolah. Ada beasiswa siswa-siswi yang berprestasi, pokoknya ada banyak beasiswa. Yang penting pintar-pintar saja kalau sekolah, biar dapat beasiswa, sampai ada beasiswa sekolah di luar negeri. Begitulah kata wali kelas saya.
Saya kurang puas dengan jawaban wakil kepala sekolah dan wali kelas saya. Kemudian saya langsung bertemu dengan kelapa sekolah saya di ruangannya. Saya melemparkan pertanyaan yang sama. Ya... Pertanyaan yang tadi saya ajukan kepada wakil kepala sekolah dan wali kelas saya. Dan pertanyaan yang saya dapatkan sama saja. Kepala sekolah saya menjawab dengan santai. Bahwa beasiswa miskin itu untuk orang miskin. Lah namanya saja beasiswa miskin.
Mulai saat itu saya tidak lagi percaya dengan kepala sekolah, wakilnya, dan wali kelas saya. Mengapa demikian? Cerita ini belum selesai. Mari akan saya mengajak-melihat-mengapa saya katakan bahwa saya tidak percaya dengan kepala sekolah, wakilnya dan wali kelas saya. Begini ceritanya:
Kalau memang benar apa yang dikatakan kepala sekolah, wakilnya dan wali kelas saya. Sekarang kita buktikan! Siapa sebenarnya yang keliru? Mereka bilang beasiswa miskin untuk orang miskin. Lho, yang sekolah itu kan punya uang tentunya. Dan mereka mampuh makanya mereka sekolah! Kalau misalnya mereka tidak punya biaya sekolah, mana mungkin ada sekolah yang mau menerima mereka. Mereka orang-orang yang mampuh. Lalu kenapa kita mengatakan mereka orang-orang miskin? Miskin apa mereka yang sudah sekolah? Yaa... Kalau miskin hati, saya rasa mungkin saja. Sebab mereka yang sekolah tidak memberikan kesempatan untuk orang-orang yang miskin di luar sana mendapatkan beasiswa miskin mereka.