Aku cuma sahabat ketjil, yang tak berarti
bukan sahabat besar, yang bisa diajak tertawa
dan bercanda di dept store, mall-mall, dan gedung dewan
aku cuma bisa sediakan tempat duduk kaki lima
saat kita diskusi soal negara yang mau kolaps
dan rakyat yang kelaparan
aku cuma mampu bayar secangkir teh tubruk
dan kopi bubuk tjap Kapal Api
bukan Esspreso atau Mocacino
saat kita diskusi soal para pemimpin negeri ini
yang jarah duit rakyat bermilyar-milyar
atau debat soal aparatur hukum
yang kerjanya kentuti aturan hukum
Aku cuma sahabat ketjil
yang tak punya seragam safari
boro-boro Mercy, Kijang picak kotak sabun
aku tak bisa beli
motor butut yang roda belakang gembung yang aku punya
kubawa ke sana kemari menghadiri
rapat-rapat rakyat atau aksi-aksi buruh
menagih janji cukong dan mandor
yang gemar naboki bokong buruh-buruh perempuan saat inspeksi
aku cuma sahabat ketjil, yang aku bangga ;
aku bisa jumawa untuk bilang "TIDAK !"
Pekanbaru, 12 Agustus 2009
Ketika Uang di Kantongku Cuma Lima Belas Ribu
Ketika uang di kantongku
Cuma lima belas ribu
Aku mencangkung menatap wajah
Anak-anakku berlari di sela gerimis pagi
ketawa anak-anak yang tak pernah sepi
Sebentar lagi mereka lapar
Dan istriku selalu siap untuk menanak nasi
Tapi aku tak selalu siap
Menyediakan beras untuk menanak nasi
Aku raba kantongku
Lembar lima ribuan yang lepek dan kusut masai
Tapi, tiga lembar ini yang akan menyambung
Napas dan gerak lima nyawa hari ini
Tiga lembar ini yang akan menggerakkan usus dua belas jari
Bekerja menggiling, memilin karbohidrat
Tanpa gizi
Jangan tanya protein, mineral dan vitamin tetek bengek
Karna nasi saja, sudah anugerah jadi energi
Menggerakkan sikut dan sedikit sirkulasi
Darah ke otak untuk berpikir
Ah… berpikir?
Berpikir?
Apa yang bisa kupikirkan dengan seonggok daging kering?
Aku bukan politisi yang dilahirkan untuk pura-pura berpikir?
Ketika uang di kantongku
Cuma lima belas ribu
Berpikir bagiku bagai barang mewah
Berpikir menjadi kebutuhan tertier yang tak terlalu pusing
kupikirkan
Karena di gedung-gedung megah berkarpet merah
Sudah banyak orang berpikir atau pura-pura berpikir…
Dari memikirkan membangun jembatan
lima belas kilo meter
Sampai memikirkan bagaimana menjebak
Orang masuk penjara…
Dari memikirkan membagi komisi
Berjuta-juta hasil membangun jembatan
Lima belas kilo meter
sampai memikirkan bagaimana menguras
bertas-tas duit dari proyek yang cuma direka-reka
dari karut marut bagi-bagi rejeki bank Century
Sampai kencan golf dengan Sukesi
Ah… aku cuma bisa mencangkung
Dan manyun
Melihat dari televisi tetangga
para penjarah uang rakyat
duduk manis berargumentasi interaktif
atau mengumpulkan para pembuat berita
melakukan konfrensi pers
Mengatur negara dari seberang meja
Atau kongkow-kongkow dengan cukong-cukong
Di ruang-ruang sempit sambil nyanyi dan joget
Dengan penari streaptease
Ketika uang di kantongku
Cuma lima belas ribu
aku cuma bisa membayangkan sepiring nasi panas
dan hangatnya cinta istri dan anak-anak
meski cuma lima belas ribu, yang lepek dan kusut
tapi dari hasil keringat yang halal
dan bukan dari hasil korupsi
Pekanbaru, 4 Januari 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H