Dua hari lalu di Stasiun Palmerah sambil mengayunkan langkah dengan orang-orang yang baru turun dari KRL atau Commuterline, yang datang dan pergi dari sana, aku sempat lama berdiri di pojok. Mengamati style mereka yang seliweran di stasiun yang sudah berdiri sejak 1899 ini.
Di balik bangunan yang sudah berusia lebih dari 100 tahun, entah sudah berapa juta manusia yang sudah pernah mengunjungi stasiun ini, atau sekadar singgah sebelum ke berbagai tempat tujuan yang ada di sekitarnya.
Apalagi, Stasiun Palmerah ini tak lagi hanya identik dengan warga Jakarta yang kebetulan tinggal di dekatnya. Stasiun ini telah menjadi tempat bagi banyak orang, pengguna KRL, dari mana-mana, dan ke mana saja mereka ingin bepergian.
Apalagi, lokasi stasiun yang dulu bernama Paal Merah ini memang berdekatan dengan banyak pusat keramaian dan perkantoran. Di kiri kanannya, terdapat kantor Kompas Group yang menjulang seperti raksasa, hingga kantor kementerian dan para wakil rakyat.
Belum lagi dengan mal-mal seperti Senayan Park, fX Sudirman, Senayan City, Plaza Senayan yang notabene menjadi tempatnya kalangan muda. Walaupun semua mal itu bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki setelah keluar dari KRL di Stasiun Palmerah, namun setelah turun di stasiun ini, banyak dari mereka yang melanjutkan dengan ojek daring itu.
Ya, biasanya persis di bawah tangga stasiun sudah banyak ojek daring yang siap mengantarkan mereka ke berbagai perkantoran dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Palmerah ini, dengan ongkos terbilang murah. Kisaran 8-12 ribu.
***
Tak lama setelah keluar dari stasiun ini, sempat menepi sejenak di warung kopi yang berada persis di gapura seberang. Mengamati tukang-tukang ojek yang berusia paruh baya dengan yang muda saling membaur berharap ada pengguna KRL yang juga meminta jasa mereka.
Di wajah mereka yang tampaknya sudah akrab dengan debu dan asap dari kendaraan di jalanan, tak terlihat putus asa atau keluh kesah.
Mereka terus saja menyapa atau sekadar memberi isyarat kepada calon penumpangnya yang baru keluar dan turun dari tangga jembatan penyeberangan yang menghubungkan ke stasiun.
Sementara di kiri kanan tukang ojek itu, embak-embak berpakaian modis, dan mas-mas yang menenteng tas kantor, sebagian diam dan bahkan ada yang tak menggubris sapaan mereka. Kecuali satu dua, yang dengan halus menjawab...