Lima tahun lalu, ada keharuan tidak biasa saya rasakan. Istri memutuskan untuk berhenti bekerja di kantornya, meskipun gajinya terbilang lumayan. Keputusan ini diambilnya hanya karena satu alasan; ingin fokus menyusui dan mengurus anak sebaik-baiknya!
Di mata saya, tentu saja ini adalah keputusan berani. Ia percaya sepenuhnya bahwa itu adalah keputusan terbaik untuk si kecil yang saat itu masih berusia lima bulan.
Bicara risiko, tentu saja berisiko. Sebab dengan begitu, uang di tangannya pun hanya uang yang berasal dari gaji saya sendiri. Meskipun cukup, jelas kurang banyak jika dibandingkan ada tambahan dari gajinya sendiri.
Sekadar cukup, tentu saja berbeda dengan lebih dari cukup. Di sini, ia mesti mengurus anak, karena tak ingin melibatkan tangan lain (asisten rumah tangga ataupun baby-sitter). Di sisi lain, ia pun harus memikirkan agar dengan uang yang sekadar cukup itu, dapat digunakan sebaik-baiknya.
Inilah yang bikin saya semakin kagum atas perempuan yang lebih muda enam tahun di bawah saya ini. Pikirannya dewasa, pertimbangannya jernih, dan keputusannya berani. Dia buktikan prinsip: kawal awal kehidupan.
Ini juga yang meyakinkan saya, bahwa dia yakin sepenuhnya bahwa suaminya bisa membawa pulang nafkah yang lebih dari sekadar cukup, walaupun saat keputusan itu diambil, posisi keuangan--sekali lagi--baru di titik sekadar cukup.
Saya pribadi tidak mempersoalkan sama sekali keputusannya tersebut. Toh, alasannya pun saya lihat sebagai alasan yang mulia; demi anak dan ingin mendampingi anak dengan totalitas, dari menyusui hingga mengurusnya sehari-hari.
Saat seorang istri tak ingin melibatkan tangan lain, di sini juga terasa adanya "tangan Tuhan" yang tak hanya menguatkan saya mencari nafkah lebih baik, namun juga menguatkannya untuk bisa menyusui anak tanpa terusik.
Sebelumnya ia sempat galau, karena setelah melahirkan sempat tetap ngantor beberapa bulan. Sementara si kecil terpaksa dititipkan ke Ibu Mertua, ibunya.
Ia memang siaga, saat masih bekerja pun, jatah air susu ibu (ASI) sudah disimpan di kulkas, dan ibu mertua yang memberinya kepada si kecil setiap kali haus. Namun inilah yang bikin ia sebagai ibu merasa tidak puas.
Ia ingin bisa langsung menyusui si kecil, tak ingin berjarak dengan si kecil. Di sinilah terasakan kecintaan besarnya terhadap gadis kecil yang kami miliki.