Di antara lawan politik petahana Joko Widodo, yang terbilang sangat pantas diperhitungkan adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Sayangnya, selama ini keberadaan sosok yang tercatat dua kali menjadi "kampiun" Pemilihan Umum di Indonesia ini, justru terkesan kurang diberikan tempat semestinya di kubunya sendiri.
Ya, jika dibandingkan Prabowo Subianto sendiri, SBY jelas masih jauh di atas: dalam mencuri perhatian publik, dalam positioning di pentas politik, membangun citra, hingga ketepatan strateginya untuk mencuri panggung yang mesti dikuasai.
SBY sudah membuktikan kemampuannya tersebut dengan dua kali menjadi pemenang dalam urusan copras-capres--mengutip istilah Jokowi. Prabowo, terlepas kemampuannya membangun karisma dan citranya, belum terbukti mampu menjadi pemenang di tengah laga demi laga demokrasi Indonesia.
Lainnya yang perlu dicatat, SBY adalah jenderal yang betul-betul sudah menjangkau puncak karier di dunia kemiliteran --meraih bintang empat. Di sisi ini pun, Prabowo dapat dikatakan sebagai "jenderal tanggung" karena kariernya terhenti saat ia baru meraih bintang tiga.
Maka kenapa memang semestinya SBY dapat menjadi acuan sekaligus guru bagi Prabowo.
Sayangnya, lagi-lagi, keberadaan SBY di kubu Prabowo belum maksimal dimanfaatkan, atau bahkan belum diberi pentas yang pantas untuk ia bisa menyusun berbagai rencana dan skenario pemenangan. Prabowo masih terlalu terbuai dengan "dua sejawat" yang sejatinya masih terhitung pecundang dalam politik Tanah Air: Partai Keadilan Sejahtera dengan kondisi internal mereka sendiri semakin amburadul, dan Partai Amanat Nasional yang masih netek kepada Amien Rais hingga tidak terlihat sebagai "partai mandiri".
Setidaknya begitulah faktanya. Terpikir, apakah Prabowo memang sedang menjalankan prinsip, bahwa terpenting bukan seberapa pintar seorang kawan dalam pertarungan, sebab yang terpenting seberapa loyal mereka saat bertarung.
Di situ, Partai Demokrat masih diposisikan sebagai kawan yang masih pantas disangsikan. Maka itu ada beberapa kabar yang menyebutkan bagaimana dalam beberapa pertemuan penting kubu capres tersebut, Demokrat justru tidak dilibatkan.
Di sinilah SBY terlihat mencium adanya "ketidakseriusan" dari kubu yang terlanjur dimasukinya untuk menghadapi Pilpres 2019. Prabowo terlalu banyak menciptakan demi drama, hingga menimbulkan kesan, "Ini capres mau ikut pemilihan presiden, atau mau jadi pemain drama saja?"
Tak ada ide-ide yang bisa membuat publik yakin, bahwa dia memang pantas dipilih. Prabowo terlalu banyak main-main, dan membiarkan prajurit-prajurit tempurnya berkelahi dan bergulat dengan cara masing-masing. "Terpenting, kalau rumah lawan hancur pun, jangan pikirkan untuk menolong, tapi pikirkan agar bagaimana untuk rampok saja rumah terbakar itu." Setidaknya, ini juga mengacu pada bagaimana strategi yang pernah digaungkan Prabowo sendiri di depan pengikutnya.