Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Ribut-ribut Politik dan Figur Publik Tak Lagi Mendidik

Diperbarui: 16 Oktober 2018   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gbr: universum-ks.org

My role in society, or any artist's or poet's role, is to try and express what we all feel. Not to tell people how to feel. Not as a preacher, not as a leader, but as a reflection of us all ( John Lennon).

Sadar tidak sadar, ada banyak figur publik yang akhirnya bercokol di pikiran publik, di pikiran saya dan juga Anda. Namun jika memilih untuk sadar, figur-figur publik ini ada yang mampu meninggalkan motivasi baik, dan tak sedikit yang hanya merangsang Anda untuk tak perlu memusingkan baik tidaknya.

Simak saja bagaimana getolnya berbagai media hingga sosial media menjejali kita dengan "celotehan" begitu banyak figur publik. Tidak peduli apakah figur-figur ini adalah "kubu saya" atau "kubu Anda". Sebagian bisa kita nikmati, sebagian mampu memberi edukasi, dan sebagian lain hanya memancing emosi.

Persoalannya ketika ada figur publik yang hanya muncul ke publik untuk memantik emosi. Terutama, tentu saja, adalah emosi negatif, yang hanya membuat kita sebagai, katakanlah, pemuja mereka melulu hanya tergerak untuk berpikir negatif. 

Percaya tidak percaya, tidak ada kepala yang dipenuhi pikiran negatif bisa melahirkan hasil positif. Sebab, seorang dokter pun di tengah kondisi negatif pun lebih dulu memacu diri mereka berpikir positif, melihat dengan positif, menelaah dengan baik, dan melakukan tindakan positif. Bahwa tidak semua dokter bisa memastikan hasil positif, setidaknya dengan pikiran positif mereka, banyak kondisi negatif bisa berubah jadi positif.

Itu hanya semacam tamsilan saja. Sebab kita yang cuma masyarakat biasa pun tak akan bisa lepas dari keharusan memilih untuk mencari hal positif, atau membiarkan diri sendiri untuk memilih berpikir negatif hingga segala hal negatif tak lagi hanya di kepala, melainkan menjadi kenyataan. Bukan rahasia jika apa yang ada di pikiran hanya menjadi pelontar untuk menjadikan sesuatu di dalam pikiran itu menjadi sebuah kenyataan.

Hari ini anda akan dengan mudah menemukan figur-figur publik yang saban hari tampil di TV yang Anda tonton, di koran yang Anda baca, atau media sosial yang akrab dengan Anda. Di sini kita acap tidak jernih, apa sebenarnya yang mereka lempar. Apakah mereka lebih banyak memberikan Anda inspirasi baik, atau hanya mengundang Anda untuk mencela, mengumpat, mengeluh, dan memantik permusuhan.

Di media sosial, jika yang Anda dapati dari satu akun hanyalah hal-hal negatif, lebih baik Anda pertimbangkan untuk memblokir atau unfollow saja. Atau, jika tidak enak, karena seseorang itu adalah teman Anda, bisa di-mute. Bahkan di akun-akun pribadi saya, terutama di media sosial twitter, beberapa kali saya justru memilih untuk menganjurkan untuk unfollow jika cuitan saya lebih banyak negatif. Bedanya, saya bukan figur publik, kecuali sekadar rajin ngoceh di depan publik lewat media sosial saja.

Kenapa perlu mengambil langkah itu, tak lain karena pikiran kita itu toh bekerja dengan referensi yang bisa kita dapat. Jika referensinya hanya figur-figur publik yang cerewet di media, sementara kita masuk kategori pemalas untuk mau membaca, sama saja dengan meracuni pikiran sendiri. Selayaknya racun, ia akan membunuh, dan membunuh pikiran bisa saja lebih buruk dari kematian yang sebenarnya. 

Saya pribadi, dalam bermedia sosial, lebih banyak memilih untuk mem-follow orang-orang yang saya yakini bisa memberikan pencerahan hingga ajakan untuk berpikir lebih baik, berpikir lebih jernih, dan bertindak lebih baik.

Hampir tak pernah saya memblokir orang berpikiran berbeda, sepanjang dalam berdiskusi dengan mereka masih bisa berjalan dengan sehat. Apalagi sekadar perbedaan politik, sama sekali bukan alasan untuk memblokir atau bermusuhan. Bahwa terkadang harus merespons pedas, ya, hanya jika menemukan figur publik yang jelas-jelas membawa pesan-pesan tidak baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline