"Ketika terjadi pertarungan, itu pasti ada yang terluka. Biasanya, yang luka itu rakyat, nah itu yang kita tidak mau."
Lupakan dulu itu kalimat siapa. Namun dari sana, dapat teraba dan terasakan bahwa ada empati dan sudut pandang yang peka risiko. Ada rakyat yang akan ikut terlibat ketika memasuki sebuah titik yang bersentuhan langsung dengan politik.
Pemilik kalimat itu bukan orang politik. Namun ia mendapatkan kepercayaan besar yang berkaitan langsung dengan politik. Jika mengibaratkan persaingan politik sebagai perang, maka orang ini telah terpilih sebagai panglima perang.
Ia akan memimpin satu kekuatan untuk memuluskan sebuah perjalanan dari seorang pemimpin yang mampu meyakinkannya, bahkan negeri ini hanya bisa berjalan cepat bukan dari seseorang yang bisa melahirkan kata-kata indah dengan cepat, tapi bisa menunjukkan hasil kerja dengan cepat.
Latar belakangnya bertarung hingga di kelas dunia, lewat medan pertarungan berbeda, tampaknya cukup memberikannya sudut pandang bahwa kemampuan berkata-kata bisa dikuasai siapa saja. Namun untuk menyelaraskan kata-kata dengan apa yang bisa dikerjakan, sering hanya dapat diperlihatkan oleh mereka yang mengedepankan bekerja dulu daripada berkata-kata.
Ia tentu saja memahami, bahwa sekadar berkata-kata, ketika tidak sesuai dengan kinerja maka kata-kata itu sendiri hanya menjadi obralan kalimat kosong tanpa isi. Berbeda jika seseorang sudah mendahulukan kinerja, membuktikan diri dengan apa yang bisa dikerjakan, maka dengan bahasa biasa-biasa saja bisa melahirkan kekuatan luar biasa.
Negeri ini membutuhkan kekuatan itu. Kekuatan orang yang bisa bekerja, mau bekerja, dan mampu meyakinkan rakyat bahwa hanya dengan bekerjalah sebuah bangsa bisa memperkokoh harga diri mereka sebagai bangsa.
Dia memahami, keringat jauh lebih meyakinkan daripada cipratan air ludah dari mulut yang berbicara hingga berbusa-busa. Orang yang bisa bekerja tidak perlu mengobral kata-kata, karena dengan sedikit bicara saja akan jauh lebih didengar dan bahkan terdengar di mana-mana. Sedangkan mereka yang baru sekadar bisa menabur kata-kata, hingga muntah pun ia bicara takkan punya pengaruh.
Sebab jika di masa lalu orang-orang bisa terbuai dengan kata-kata, untuk sekarang masyarakat sudah cerdas dan akan melihat sesuai tidak kata-kata seorang calon pemimpin dengan apa yang bisa dia kerjakan.
Erick Thohir adalah sosok yang sedang dibicarakan di tulisan ringan ini, dan bagaimana ia bisa menerima sebuah mandat untuk memimpin sebuah pertarungan yang tidak lazim dalam kariernya sebagai pengusaha. Padahal selama ini namanya sudah cukup wangi tanpa terjun ke politik. Jadi orang penting di klub legendaris sekelas FC Internazionale (Inter Milan), dan punya berbagai perusahaan, apa lagi yang mau dikejar?