Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Kala Iwa K Gelisah oleh Radikalisme

Diperbarui: 24 Mei 2018   22:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Brilio.net

Ia memang terkenal sebagai penyanyi Rap. Bahkan ia terbilang paling disegani di dunia musik karena kiprahnya yang melahirkan banyak lagu bergenre Hip Hop yang akrab dengan pecinta musik Tanah Air. 

Siapa nyana, kepekaannya dalam bermusik, tak mengurangi kepekaannya atas isu-isu terkini. Persoalan radikalisme dan terorisme, pun tak luput dari perhatiannya.Ya, dia adalah Iwa Kusuma atau terkenal dengan nama panggung sebagai Iwa K.

Saya berkesempatan mengulik pandangan sosok penyanyi kelahiran 25 Oktober 1970 tersebut. Kebetulan, ia menjadi salah satu anggota Grup WhatsApp (WAG) yang saya tangani: Lingkar Gagasan.

Di sanalah ia bercerita banyak tentang bagaimana persentuhannya dengan dunia radikalisme, dan bagaimana ia menunjukkan penentangan serius atas persoalan tersebut.

"Aku cuma care sama masa depan anakku, Bro," kata penyanyi Rap yang sudah berkarier sejak 1990 itu, menanggapi kenapa ia tertarik terhadap ide-ide pluralisme.

Dia berterus terang, meskipun sekarang ide radikalisme kian meraksasa, tapi ia tak menginginkan anak-anaknya terpengaruh dengan cara-cara beragama yang keliru dan justru menjurus pada sikap merugikan banyak orang.

"Aku enggak mau anakku hidup di udara pengap para pengkhutbah kematian, yang tidak mau mensyukuri kehidupan," katanya dengan gaya bahasa tidak jauh dari lirik-lirik lagu rap yang kerap ia nyanyikan. Baginya, menjadi orang Indonesia itu seperti menikmati secangkir kopi. "Untuk menikmati secangkir kopi itu perlu menghormati rasa pahitnya," katanya. 

"Seperti itulah dalam menikmati Indonesia, perlu menghormati keberagamannya."

Ia juga mengutip pendapat salah satu pakar politik Amerika Serikat, Robert Pape, dalam melihat bagaimana kalangan radikal bekerja, terutama yang getol membawa-bawa nama agama.

"It's a group whose outward expressions of religious fervor serve its secular objectives of controlling resources and territory," Iwa mengutip Robert Pape.

Seraya ia menunjukkan bagaimana pengaruh orang-orang yang baru pulang dari daerah konflik kerap dijadikan "bola api" oleh pihak-pihak yang melihat keuntungan dari sana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline