Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Komedian Acho dan Bunuh Diri ala Green Pramuka

Diperbarui: 7 Agustus 2017   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acho yang berstatus komedian, serius berbicara soal hak konsumen - FOTO: Kapanlagi.com

Saya yakin, sepanjang Muhadkly alias Acho berprofesi sebagai komedian, baru kali ini dia menghadapi komedi sebenarnya. Betapa ketika dia ingin bicara apa adanya, pihak pengelola apartemen Green Pramuka City, PT Duta Paramindo Sejahtera, yang ia kritik justru memilih "bunuh diri".

Kenapa saya sebut pihak pengelola itu bunuh diri? Sederhana, karena mereka lebih menampilkan diri sebagai pihak yang memiliki modal alias uang besar, punya kekuatan, hingga merasa bebas untuk melawan kritikan dan terkesan berusaha membungkam alih-alih menerima  kritikan. Arogan, begitulah kira-kira bahasanya, yang belakangan juga menjadi "stempel" yang diberikan oleh pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Dari kacamata iseng saya, jika pemilik gagasan mempolisikan Acho adalah petinggi perusahaan pengelola apartemen itu adalah seorang pria, dapat dipastikan dia adalah pria paling kesepian. Mungkin ia tak pernah pacaran, atau mungkin tak punya pengalaman menikmati "semprotan" seorang pacar cemburu buta, yang dapat dipastikan jauh lebih pedas dari kritikan Acho.

Lha, Acho hanya membicarakan unek-unek dan pengalaman pribadinya, bukan menyemprot secara membabi-buta yang hanya berdasarkan kata pulan bin pulan. Artinya, yang dia sodorkan adalah fakta, bukan sesuatu yang mengada-ada.

Tak heran jika kemudian pihak YLKI pun turun tangan, dan ikut membuat isu ini membesar. YLKI tentu saja berbicara sebagai wakil dari konsumen, dan ini menjadi pukulan lain bagi pihak perusahaan terkait, karena keteledoran mereka sendiri.

Bumerang. Itulah kata yang tepat untuk menyebut langkah dilakukan pihak apartemen terkait. Sebab, apa yang kemudian terjadi, selain pengguna media sosial memviralkan kejadian itu, berbagai media massa mempublikasikan kasus itu, dan hampir semua pihak berada di pihak Acho (baca: konsumen).

Bahkan aib-aib masa lalu pihak Green Pramuka City pun beredar luas di jejaring sosial, terutama Facebook dan Twitter. Bahkan ada yang membeberkan jika pihak perusahaan itu bukan kali ini saja melakukan langkah yang cenderung menzalimi konsumen mereka sendiri. Telah berkali-kali mereka melakukan itu, namun kurang mendapatkan tanggapan publik karena kebetulan di masa lalu mereka "menang" lantaran tak menyentuh figur yang terbilang tokoh publik.

Bahkan pihak apartemen tersebut didemo penghuninya sendiri - FOTO: Muhadkly.com

Bagi saya pribadi yang pernah bercokol beberapa jenak sebagai "pesuruh" di bagian komunikasi salah satu perusahaan, jadi terpikir apakah memang pihak perusahaan itu terbiasa dengan komunikasi ala kolonial. Lalu mereka menempatkan diri sebagai tuan tanah, dan konsumennya tak lebih sebagai rakyat jelata yang tak punya kekuatan apa-apa?

Tampaknya memang begitu jika menyimak bagaimana mereka bereaksi. Alih-alih melihat keluhan Acho sebagai kritikan yang penting diperhatikan, mereka memilih mendudukkan konsumen mereka sendiri sebagai penyebab masalah yang harus dipolisikan.

Padahal andai mereka sedikit membuka sudut pandang selihai pria yang sadar bahwa di atas perempuan cantik masih ada yang lebih cantik, mereka takkan main "gebrak meja". Ya, langkah itu ibarat menggebrak meja, ketika mereka sendiri masih membutuhkan pasar dan membutuhkan konsumen. Apa lagi ini jika bukan sebagai bunuh diri.

Padahal, keluhan Acho tersebut terbilang hal yang memang penting juga untuk edukasi publik; soal hak konsumen, dan kebebasan konsumen untuk menyuarakan jika mereka merasa ada hal yang merugikan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline