Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Mencari Keburukan Kompasiana

Diperbarui: 24 Juni 2017   05:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa humor, dunia lebih cepat kiamat - Foto: Zulfikar Akbar

Jangan terlalu memaksa diri mencari kebaikan siapa pun jika tak siap dituding penjilat. Ya, tak masalah jika yang Anda jilat adalah sejenis es krim, tapi bayangkan jika yang terjilat adalah upil. Itu asin! 

Jadi, maaf jika kali ini aku mencari-cari keburukan Kompasiana sajalah, ya.

Soal trouble saat membuka link satu artikel, soal jumlah viewer, dan sejuta hal menjengkelkan itu bukan keburukan. Sebab jika itu buruk, sama artinya mereka di "dalam" sana buruk, dan jika mereka buruk; Kevin yang tinggi besar itu akan memilih berkarier sebagai Satpam sungguhan daripada Satpam gadungan.

Lalu apa keburukan Kompasiana?

Bahwa di sana banyak mereka yang bekerja di sana itu sebagian di antara tak lagi perjaka tak lama sejak pulang dari KUA. Itu keburukan mereka, menurut curhat sebagian kaum hawa.

Keburukan lain?

Mereka yang tak perjaka di Kompasiana itu sering mengipas-ngipas diri dengan buku nikah, tapi tak tergerak membantu seabrek perjaka di sini untuk mendapatkan buku itu. Itu keburukan serius.

Bagi laki-laki yang sebagian besar menjunjung tinggi kesetiakawanan, jika seorang teman berlimpah kenikmatan, sementara yang lain larut dalam kegelisahan; maka itu tak bisa disebut setia kawan. 

Bayangkan jika mereka berbulan madu, menenggak madu di bulan sampai istri berhenti datang bulan, yang lain hanya minum jamu tanpa pelampiasan hingga seribu bulan; inikah setia kawan.

Tapi bukankah saya yang menulis ini pun tak lagi perjaka? Tunggu dulu, ini bukan sedang berbicara tentangku. Topik kita adalah keburukan Kompasiana.

Soalku sudah selesai. Buku nikahku memang tak kalah dari buku nikah mereka. Walaupun di sini pun belum sepenuhnya usai, karena di Kompasiana sudah ada yang beranak empat, sedang aku masih beranak satu. Tapi kita jangan bicara itu, meskipun iya jika obrolan saru itu selalu saja seru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline