Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Saat Empat Adikku Menikah Lebih Dulu

Diperbarui: 4 April 2017   18:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dilarang nyosor sebelum penghulu ngeloyor - Gbr: Zulfikar Akbar

Sampai detik ini saya masih terheran-heran dengan kuatnya prinsip sebagian orang, seorang adik tak boleh menikah lebih dulu jika kakaknya belum menikah. Di Indonesia, tradisi ini terlihat masih dipegang dari Sabang sampai Merauke. Di sini, saya hanya ingin mengajak melihat sebuah sudut pandang berbeda, sedikit keluar dari kelaziman agar tak sampai menzalimi.

Fakta saya singgung itu memang begitu dekat dengan saya pribadi. Di masa lalu, saya sendiri pernah membatalkan rencana mengawini seorang gadis yang baik, cantik, dan juga matang, hanya karena ketakutannya menabrak rambu-rambu. Ya, rambu-rambu yang melarangnya menyalip kakaknya yang belum menikah.

Bukan hanya itu, saya sendiri pun tersalip lebih dulu oleh empat adik saya--dua cewek dan dua cowok. Mereka menikah lebih dulu, dan tak ada larangan dari saya. Sama sekali tak pernah keluar dari mulut saya, "Jangan berani-berani menyalip yang lebih tua!" Kalimat itu saya haramkan keluar dari mulut saya.

Sikap saya yang sedikit menabrak kebiasaan itu sempat dianggap kelewatan oleh sebagian orang, hingga ada yang merasa takut jika saya akan menjadi bujang lapuk--seperti anggapan sebagian orang jika seorang kakak didahului adiknya ke pelaminan.

Aneh, memang, saat kita biasa-biasa saja atas realita dan keputusan kita sendiri, justru orang lain yang ketakutan. Tapi, itu tidak mengada-ada, melainkan betul-betul ada dan saya alami.

Satu per satu adik saya menikah, dan mereka pun memiliki anak-anak yang lucu-lucu, bahkan dua dari adik saya itu mendapatkan anak kembar. Alih-alih merasa iri atau sakit hati, saya justru merasa senang, mereka bahagia dengan anak-anak yang cantik dan tampan yang dimiliki.

Perasaan senang atas kebahagiaan adik sendiri, membantu mencegah masuknya perasaan iri atau sakit hati. Sebab jauh-jauh hari saya tanamkan ke pikiran sendiri, tak perlu sakit hati atas kelebihan siapa pun, termasuk adik sendiri.

Saat banyak teman-teman saya terkaget-kaget mendengar cerita bahwa saya telah disalip oleh empat orang adik, saya justru masih bisa cengengesan.

Ada dari mereka yang entah sengaja atau tidak, seperti ingin mendesak saya untuk juga merasa ketakutan seperti ketakutan yang mereka rasakan.

"Bagaimana nanti kalo elu tak bisa beranak lagi?"

"Bagaimana kalo produktivitas elu sudah hilang? Tak bisa nyari rejeki lagi? bla...bla..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline