Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

[Cerpen] Sudah Kubakar Fotomu, Mutia

Diperbarui: 19 Februari 2017   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kau bisa membakar foto mantanmu, tapi kau tak dapat membuat kenangan menjadi abu - - Gbr - Phinemo. com

Kau bisa saja membakar foto, tapi kau tak bisa membuat kenangan menjadi abu. Aku merasakan itu, setelah lembar demi lembar foto Mutia yang dulu kekecup-kecup tiap kali dilanda rindu, lewat api kujadikan abu. Hilang, tapi hanya foto, sedangkan kenangan masih saja menari-nari di otakku. 

Saat foto-foto itu kubakar, kupikir api akan membantu membakar pula ingatanku tentangnya. Tapi api itu tak bisa dipercaya.  Sama sekali tak bersahabat, kecuali kenangan yang masih terus bersahabat dengan waktu dan sesekali singgah ke benakku, cuma untuk menertawakanku. 

Kautahu, ditertawakan oleh masa lalu itu lebih menyakitkan daripada kau ditinggalkan kekasih terbaikmu. Jika tak percaya, sesekali pulanglah ke masa lalu lewat tempat piknik yang pernah kaudatangi dengan bekas kekasihmu. Atau,  kalau tidak, kaumakan di tempat-tempat yang pernah kaudatangi dengannya. 

Di sana, kaubisa melihat orang tertawa gembira menikmati keindahan tempat piknik kautuju, tapi kau sendiri akan kesulitan menulis senyum di wajahmu, karena masa lalu justru memaksamu untuk tidak pernah bisa tersenyum apalagi tertawa. 

Begitu juga jika kaudatangi tempat makan yang pernah kausambangi dengannya. Kau mungkin masih bisa memamah makanan di mejamu, tapi kenangan lebih dulu memamahmu. 

Seperti aku saat ini, di depan sebungkus nasi. Tanganku sedang menyentuh nasi di dalamnya, sedang ingatanku sudah masuk ke dalam mulut kenangan. Aku mengunyah nasi, sedang aku sendiri dimamah oleh bayangannya. 

"Kelak, jika jodoh tak ramah kepada niat kita untuk menikah, apakah kau akan tetap ramah kepadaku?"

Aku tak bisa menjawab pertanyaannya sesederhana itu. Saat kuambil pertanyaan itu darinya dan kuberikan lagi kepadanya, dia pun mengaku tak ada kata yang bersedia keluar untuk menjawab itu. 

Akhirnya, begitulah, perpisahan terjadi. "Kaupilih saja jalanmu, dan jangan lihat lagi ke belakang, sebab aku tidak akan bisa terus berjalan jika matamu terus saja tertuju ke arahku," kata Mutia saat itu. 

Kau mungkin akan menghindar dari mantan kekasihmu agar semua lukamu tak membayang lagi. Kau mengetahui mantanmu itu sedang di Kutub Utara, maka kau memilih berjalan ke Kutub Selatan. Kau memang takkan bertemu dengannya, tapi kenangan tetap mempertemukan kalian. Itulah saat ini yang menampar-nampar kepalaku hingga semua kenangan laksana belatung, yang justru membuatku jijik kepada diri sendiri; meninggalkan kekasih yang pernah menulis namaku dengan ketulusannya.*

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline