Kata orang, tak ada yang betul-betul dapat hilang, meski seseorang yang pernah mengisi hari-harimu betul-betul tak ada di depanmu. Sial, kenapa itu juga yang kualami. Kenapa hal itu tak jadi teori saja, sekadar kata-kata indah saja.
Sial. Ya, jika kau tak pernah mengalami nasib sial dan ingin tahu kesialan itu seperti apa; saat kau bertemu mantan kekasihmu kau akan tahu itu.
Bukan di jalanan, bukan di resepsi pernikahan ala latar video klip lagu dangdut. Bukan di mana-mana. Cuma di jejaring sosial! Maka kau akan menyebutnya, jejaring sial!
Sial itulah yang kualami. Dan, di situlah kupahami, terkadang satu kesialan kerap memanggil kesialan lainnya.
Setelah sial karena Mera si mantan memilih lelaki lain yang bisa lebih cepat memenuhi ekspektasinya, kesialan lain justru para gadis pun seperti enggan mendekatiku, dan kesialan terbaru adalah harus menemukan akun jejaring sial miliknya itu.
Di situlah kesialan dalam bentuk lain datang. Itu adalah kenangan.
Dari bagaimana halus aroma parfum paling digemarinya, hingga halus kulit lehernya yang membuat otakku kerap terhubung ke foto-foto bintang film biru dari Jepang yang sering bikin napasku seketika mendadak kencang. Terkadang, dia sendiri juga meniru bintang-bintang film itu.
Bukan karena setan, tapi aku dan dia sendiri mendadak sepakat menjadi setan.
Saat masih saling dibalut cinta, sama-sama menjadi setan pun tak apa-apa. Setan tak lagi terlihat terkutuk. Setan justru makin indah. Maka itu saat aku dengannya sedang bersama, jadilah sering sama-sama kesetanan.
Setan! Ini yang lebih setan, saat dia dengan ekspresi yang kuduga meniru drama Korea terkutuk itu, justru mengakui sudah mengambil keputusan untuk kawin dengan pria lain.
Dengan kalimat terbata-bata, mata berkaca-kaca, dia bicara, "Aku tak bisa. Aku tak bisa lagi mengikuti sekadar alasan cinta," menjadi kalimat paling sial terekam di otakku sejak aku sadar Tuhan memberiku otak.