Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Sisi Plus Film Java Heat

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1367347866253424470

[caption id="attachment_258247" align="aligncenter" width="464" caption="Gbr: Bubblews.com"][/caption] "Kalian Amerika hanya mau bicara saja, tapi tidak pernah mau mendengar!"

Itu adalah cuplikan kalimat yang meluncur di salah satu adegan di film bertitel Java Heat. Kalimat yang  diutarakan oleh tokoh utama, Letnan Hashim yang diperankan oleh Ario Bayu. Adegan itu berlangsung saat perwira di Detasemen 88 tersebut berdebat dengan Letnan Jake Travers yang merupakan mata-mata Amerika.

Sesuatu yang paling membekas di pikiran saya saat melangkah keluar dari bioskop seusai menonton film ini adalah kebanggaan. Iya, karena ini merupakan film langka. Langka dari sisi bahwa di sini terlibat beberapa figur yang memang berkebangsaan Amerika. Sebut saja Mickey Rourke yang berperan sebagai bos penjahat kelas dunia di film ini. Sosoknya adalah aktor USA yang sudah berperan di beberapa film terkenal Hollywood seperti Iron Man 2 dan The Expendables.

Lazimnya, di banyak film Amerika, terdapat banyak adegan mengada-ada. Di beberapa film, setting cerita berkaitan dengan Perang Vietnam di mana Amerika kalah dan rugi besar, bisa digambarkan seolah mereka sebagai pemenang. Berbeda di Java Heat, di sini Amerika sedikit ditelanjangi. Di film ini disebutkan sindiran-sindiran yang memperlihatkan tabiat "Negeri Paman Sam" apa adanya.

Terlebih lagi, posisi Letnan Jake yang diperankan Kellan Lutz sama sekali tak terlihat superior. Sesuatu yang lagi-lagi berbeda dari tokoh-tokoh penegak hukum Amerika yang kerap digambarkan seolah seperti malaikat. Dalam salah satu adegan duel antara Letnan Hashim dan Jake, agen Amerika itu mampu dirobohkan hanya dengan satu gerakan. Di sana, Hashim dengan bangga berucap, "Ini pencak silat! Seni bela diri khas Indonesia!"

Itu sebagian kecil kesan yang saya dapatkan dari film yang bermodal USD 15 juta tersebut. Selebihnya, saya melihat beberapa hal lain yang positif dari film ini:

1. Pesan nasionalisme

Penonjolan peran pada sosok Letnan Hashim yang mewakili Detasemen 88 sebagai figur yang saleh dan tegas meninggalkan kesan positif. Pasalnya, belakangan detasemen yang katanya didirikan untuk menumpas terorisme itu kerap digambarkan sebagai kesatuan yang sadis, plus berbagai steretype negatif lainnya. Setidaknya itu yang tergambar jika menyimak beberapa pemberitaan terkait kesatuan itu.

Di beberapa adegan, Letnan Hashim juga diposisikan lebih dominan daripada Jake yang sedikitnya mewakili ke-Amerikaan. Dalam beberapa adegan lain, Hashim juga menegaskan dirinya sebagai polisi yang bertanggung jawab dalam tugasnya. Selain, ia juga digambarkan sebagai polisi yang punya pendirian yang memberikan citra bahwa kepolisian di Indonesia berkarakter kuat. Di samping ia pun menjadi polisi yang memiliki sisi kemanusiaan tinggi. Hashim diperlihatkan sebagai polisi dengan perasaan halus yang tergambar dalam adegan saat ia men-talqin-kan (membantu mengucap syahadat menjelang sekarat) teroris yang menjadi musuhnya.

Adegan-adegan yang ditampilkan Hashim mengesankan bahwa polisi Indonesia sebagai figur yang penuh pengabdian, lurus. Terlepas, bahwa banyak catatan yang di luar film ini cenderung begitu parah menyudutkan kepolisian oleh pihak media, dan, tentu saja karakter beberapa oknum di kepolisian sendiri.

2. Mengangkat kelebihan Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline